JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengklaim memiliki salinan Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan, sebuah dokumen yang disebut-sebut menjadi dasar pembagian kuota tambahan haji khusus.
“SK ini sulit dilacak keberadaannya, bahkan Pansus Haji DPR 2024 gagal mendapatkannya, ” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Wartawan, Senin (11/8/2025).
Lebih lanjut, Boyamin menyatakan bahwa salinan SK tersebut telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MAKI berharap SK ini dapat menjadi bukti baru yang krusial, mempercepat pengusutan dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji khusus.
“Dalam rangka mensukseskan penyidikan KPK dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2024, kami sebagai salah satu pelapor dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, telah menyampaikan copy PDF dari Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 Tentang Kuota Haji Tambahan, ” ujar Boyamin.
Inti dari permasalahan ini terletak pada alokasi kuota haji khusus. Menurut Boyamin, SK Menag tersebut mengatur bahwa 50 persen dari kuota tambahan sebesar 20.000 (atau 10.000 kursi) dialokasikan untuk haji khusus (sering disebut haji plus). MAKI menduga, alokasi ini melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji, yang membatasi kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota.
“Jadi jelas pelanggaran jika pengaturan kuota haji hanya berbentuk Surat Keputusan Menteri Agama yang tidak perlu ditayang dalam lembaran negara dan tidak perlu persetujuan MenkumHam (Pasal 9 Ayat 2 Undang Undang nomor 8 tahun 2019), ” ujar Boyamin.
Dugaan pelanggaran ini bukan tanpa dasar. MAKI menyoroti bahwa seharusnya pengaturan kuota haji ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama yang dipublikasikan dalam lembaran negara dan disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM.
KPK sendiri saat ini tengah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut. Gus Yaqut bahkan telah memenuhi panggilan KPK terkait kasus ini.
Kasus ini bermula dari tahun 2023, ketika Presiden Jokowi berhasil melobi Pemerintah Arab Saudi untuk mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000. Namun, regulasi yang ada menetapkan pembagian kuota reguler sebesar 92 persen, sementara sisanya (8 persen) diperuntukkan bagi kuota haji khusus. SK Menag ini lah yang kemudian menjadi titik awal kecurigaan adanya praktik korupsi.
Jika benar terbukti adanya penyimpangan, tentu ini menjadi tamparan keras bagi dunia penyelenggaraan haji di Indonesia. Masyarakat menanti tindakan tegas dari KPK untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan bagi calon jamaah haji yang telah lama menantikan kesempatan beribadah ke Tanah Suci. (Wajah Koruptor)