KARANGANYAR - Bak petir di siang bolong, Kepala Desa Jaten, Harga Satata, harus berurusan dengan hukum. Tepatnya pada Selasa (8/7/2025) petang, setelah menjalani ibadah haji, ia resmi ditahan atas dugaan korupsi terkait pembangunan kios di atas tanah bengkok desa.
Penahanan ini menjadi pukulan telak bagi masyarakat Jaten, Karanganyar. Apalagi, sang Kades baru saja tiba dari Tanah Suci. Ironisnya, penahanan itu dilakukan setelah Harga Satata diperiksa intensif selama hampir 8 jam oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar.
Dengan mengenakan rompi tahanan oranye yang mencolok, tangan diborgol, Harga Satata tampak berusaha tegar saat digiring menuju mobil tahanan sekitar pukul 17.15 WIB. Raut wajahnya menyimpan segudang tanya dan mungkin juga penyesalan. Ia ditahan di Polres Karanganyar atas titipan Kejaksaan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karanganyar Robert Jimmy Lambila, melalui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Hartanto, mengungkapkan bahwa penahanan Kades Jaten ini terkait dengan kasus korupsi pembangunan 52 unit kios di atas tanah bengkok desa yang terjadi pada tahun 2021.
Dalam proses penyidikan terungkap bahwa pembangunan kios tersebut dikerjakan oleh investor yang ditunjuk langsung oleh Harga Satata, tanpa sepengetahuan atau izin dari Pemerintah Kabupaten Karanganyar.
"Hari ini kami Kejaksaan menetapkan Kepala Desa Jaten sebagai tersangka. Pada hari ini juga kita melakukan penahanan terhadap tersangka, " kata Hartanto, Selasa.
Berdasarkan dokumen yang disita, proyek ini menelan anggaran fantastis, mencapai Rp3, 8 miliar. Selanjutnya, 52 kios tersebut disewakan kepada pihak penyewa dengan jangka waktu 20 tahun.
Hartanto menambahkan, pembangunan ruko di atas tanah bengkok desa itu tidak sesuai prosedur. Seharusnya, desa mendapatkan hak dari penyewaan ruko, tetapi dana tersebut tidak disetorkan ke kas desa, sehingga menimbulkan kerugian.
"Nilai sewanya Rp100 juta per kios untuk sewa 20 tahun. Dengan 52 kios, maka nilai sewanya total Rp5, 2 miliar. Dari nilai itu, uang konstribusi ke desa Rp260 juta. Tapi bukan ke kas desa, tapi diserahkan ke kepala desa, " ungkap Hartanto.
Yang lebih mengejutkan, uang kontribusi tersebut baru disetorkan ke kas desa Jaten beberapa jam sebelum Kades Jaten diperiksa Kejaksaan. Fakta ini terungkap dari bukti rekening desa yang disita.
"Jadi uang itu disetorkan ke kas desa Rp230 juta dari harusnya Rp260 juta sesuai perjanjian. Itu pun disetor pagi sebelum kades kita periksa, " imbuh Hartanto.
Penyidikan juga mengungkap bahwa proses alih fungsi lahan bengkok hingga pembangunan kios dilakukan tanpa izin dari Pemkab. Perjanjian sewa kios selama 20 tahun pun dinilai menyalahi aturan.
Atas perbuatannya, Kades Jaten dijerat dengan pasal 2, pasal 3 terkait kerugian negara, serta pasal 12 huruf H terkait penyalahgunaan tanah negara.
"Modusnya tersangka selaku kepala desa, dalam memanfaatkan aset desa itu tidak sesuai dengan prosedur, sehingga menimbulkan kerugian negara, dalam hal ini kerugian keuangan desa, " pungkas Hartanto.
Kasus ini menjadi pelajaran pahit bagi kita semua tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Semoga kejadian ini tidak terulang kembali di kemudian hari. (WajahKorupsi.com)