MAKASSAR - Aroma tak sedap tercium dari Universitas Negeri Makassar (UNM). Polda Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) bahu-membahu membongkar dugaan korupsi proyek transformasi yang menelan anggaran fantastis, mencapai Rp87 miliar.
Bak detektif berpengalaman, tim dari kepolisian kini tengah meneliti setumpuk dokumen yang diserahkan oleh pelapor. Dokumen-dokumen ini menjadi kunci untuk mengungkap tabir gelap dugaan penyimpangan anggaran.
"Ditreskrimsus sementara baru menerima laporan, kemudian masih meneliti dokumen-dokumen yang dibawa oleh pelapor, " ucap Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto, Selasa (8/7/2025).
Seperti menyusun puzzle, penyidik akan menelaah setiap lembar dokumen untuk menemukan benang merah yang menghubungkan setiap indikasi korupsi. Setelah berkas laporan dan bukti-bukti rampung diperiksa, barulah langkah hukum akan diambil.
"Karena dari hasil dokumen itulah nanti akan ditindaklanjuti oleh penyidik, surat yang dibawa oleh pelapor kemarin masih dipelajari oleh penyidik, " ungkap Didik.
Saat ini, fokus utama adalah meneliti berkas pelaporan. Pemeriksaan saksi belum dilakukan, namun menjadi agenda penting setelah penelitian dokumen usai.
"Sampai sekarang masih dilakukan penelitian dokumen, yang diperiksa, belum ada, nanti setelah pemeriksaan dokumen baru dilakukan klarifikasi saksi-saksi, " tutup Didik.
Sementara itu, Kejati Sulsel juga tak tinggal diam. Mereka telah memanggil dan meminta keterangan dari sejumlah saksi terkait kasus ini. Kedua lembaga penegak hukum ini seperti dua sisi mata uang, bersinergi untuk mengungkap kebenaran.
Anggaran yang menjadi bancakan dalam dugaan korupsi ini berasal dari APBN yang dikucurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Tujuannya mulia, yakni mentransformasi UNM dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTN Badan Hukum (BH).
Namun, niat baik ini diduga ternodai oleh praktik korupsi yang mencuat ke permukaan. Dugaan mark up harga dalam pengadaan barang melalui proyek e-Katalog menjadi salah satu sorotan utama. Selain itu, ada pula dugaan penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPPK) yang tidak memiliki kompetensi.
Informasi yang beredar menyebutkan, dugaan korupsi pertama terjadi dalam proyek laboratorium senilai Rp4, 5 miliar yang seharusnya melalui mekanisme tender. Ironisnya, prosedur yang seharusnya transparan ini diduga dilanggar.
Kedua, pengadaan 75 unit komputer diduga terjadi selisih harga Rp7 juta per unit, sehingga potensi kerugian mencapai Rp547 juta. Angka yang fantastis, yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Ketiga, pembelian 20 unit smart board seharga Rp216 juta per unit, padahal harga pasar maksimal hanya Rp100 juta. Akibatnya, potensi kerugian mencapai Rp2, 3 miliar. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Masyarakat berharap, aparat penegak hukum dapat mengungkap kasus ini secara tuntas dan menyeret para pelaku ke meja hijau. Jangan sampai praktik korupsi merusak cita-cita luhur mencerdaskan bangsa. (WajahKoruptor.com)