BANDAR LAMPUNG - Aroma korupsi kembali menyeruak di Pringsewu, Lampung. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pringsewu, Heri Iswahyudi, harus berhadapan dengan hukum atas dugaan korupsi dana hibah Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) tahun anggaran 2022. Sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Selasa (8/7/2025), menjadi babak baru dalam pengungkapan dugaan penyimpangan dana umat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lutfi Fresly, dengan tegas mendakwa Heri atas pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dakwaan ini menjadi landasan kuat untuk membuktikan keterlibatan Heri dalam pusaran korupsi yang merugikan negara ratusan juta rupiah.
Menurut surat dakwaan JPU, praktik haram ini berlangsung sejak November 2021 hingga Desember 2022. Heri diduga kuat melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum bersama dua terdakwa lain yang berkasnya dipisah, yaitu Rustiyan (Sekretaris LPTQ Pringsewu) dan Tri Prameswari (Bendahara LPTQ Pringsewu). Ketiganya diduga bekerja sama untuk meraup keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umat.
Modus operandi yang digunakan terbilang rapi. Heri disebut memerintahkan Oki Herawan Saputra, seorang staf honorer Bagian Kesra yang juga bertugas sebagai Sekretariat LPTQ, untuk menyusun dokumen palsu. Proposal permohonan dana hibah LPTQ Kabupaten Pringsewu dengan nomor 48/LPTQ KAB.PSW/XI/2021 tertanggal 22 November 2021, hanyalah rekayasa belaka. Proposal itu baru dibuat pada Januari 2022, seolah-olah memenuhi syarat pengajuan hibah. Sebuah ironi, dana yang seharusnya untuk syiar agama justru dikotori dengan kebohongan.
“Namun proposal itu dibuat pada Januari 2022, agar seolah-olah memenuhi syarat penganggaran dana hibah LPTQ tahun 2022 yang bersumber dari APBD Kabupaten Pringsewu, ” ujar JPU dalam persidangan.
Dana hibah yang seharusnya menjadi berkah bagi kegiatan keagamaan, justru diselewengkan dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Audit dari Kantor Akuntan Publik Drs. Chaeroni & Rekan mengungkap fakta pahit: perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp584.464.193. Angka yang fantastis, hasil dari pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
Dalam proses pembahasan di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), tidak pernah ada diskusi resmi mengenai alokasi anggaran untuk LPTQ. TAPD hanya menerima penyampaian sepihak dari Heri, yang saat itu menjabat sebagai Ketua TAPD. Heri menyatakan bahwa LPTQ akan menerima hibah sebesar Rp3, 28 miliar. Sebuah keputusan sepihak yang memicu kecurigaan.
Kemudian, melalui Keputusan Bupati Pringsewu Nomor: B/157/KPTS/U.04/2022 tertanggal 7 Januari 2022, ditetapkan total hibah daerah senilai Rp6, 63 miliar untuk sejumlah lembaga nirlaba. LPTQ Pringsewu kebagian jatah sebesar Rp3, 285 miliar. Namun, dana ini justru menjadi lahan basah untuk praktik korupsi.
Januari 2022, Heri meminta agar kegiatan Khotmil Qur’an sebanyak enam kali dalam setahun dimasukkan dalam proposal pengajuan dana hibah. Permintaan ini kemudian diakomodasi oleh Rustiyan dan Tri Prameswari. Keduanya memerintahkan Oki Herawan untuk menyusun ulang proposal dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan nilai dua kali lipat dari yang ditetapkan semula, menjadi Rp6, 16 miliar. Angka yang menggiurkan bagi para pelaku korupsi.
“Proposal tersebut kemudian memuat permohonan anggaran sebesar Rp6.163.060.000, ” lanjut JPU.
Pengelolaan seluruh dana hibah LPTQ tahun 2022 dilakukan langsung oleh Heri dan Tri Prameswari. Namun, laporan pertanggungjawaban keuangan tidak mencerminkan kondisi riil penggunaan anggaran. Sebuah kamuflase untuk menutupi jejak kejahatan.
JPU merinci beberapa kegiatan yang terindikasi penyimpangan, antara lain:
- Kegiatan Seleksi Tilawatil Quran (STQ): penyimpangan anggaran Rp63, 6 juta;
- MTQ Tingkat Provinsi: penyimpangan Rp90, 7 juta;
- Kegiatan Khotmil Qur’an: penyimpangan Rp73, 3 juta;
- Perjalanan dinas ke luar daerah: terjadi markup dana, di mana pihak CV Regency Grup mendapat selisih sebesar Rp77, 3 juta.
“Total kerugian negara akibat perbuatan terdakwa bersama Rustiyan dan Tri Prameswari sebesar Rp584.464.193, ” tegas JPU.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Enan Sugiarto akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.
“Sidang akan dilanjutkan pekan depan, ” ujar Enan singkat.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ardian Marcen, menyatakan pihaknya akan mengajukan eksepsi. Ia menilai dakwaan JPU tidak relevan dengan peran terdakwa Heri, karena kerugian negara ditimbulkan oleh pihak lain.
“Dalam proses yang disebut menimbulkan kerugian negara itu, justru dilakukan oleh Tri Prameswari dan Rustiyan. Mereka hanya meminta izin secara sepihak kepada klien kami, ” ujar Ardian.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia birokrasi dan pengelola dana keagamaan. Masyarakat menanti transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini. Akankah kebenaran terungkap dan para pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya? (WajahKoruptor.com)