Skandal Pasar Cinde, Mantan Walikota Palembang Harnojoyo Jadi Tersangka Korupsi!

5 hours ago 3

PALEMBANG - Gelombang kasus korupsi di Sumatera Selatan kembali menyeret nama besar. Setelah mantan Gubernur Alex Noerdin, kini giliran mantan Wali Kota Palembang, Harnojoyo, yang terjerat dalam pusaran dugaan korupsi revitalisasi Pasar Cinde. Status tersangka disematkan kepadanya, menambah daftar panjang pihak yang diduga bertanggung jawab atas kerugian negara yang mencapai angka fantastis, nyaris Rp 1 triliun.

Senin kelabu, 7 Juli 2025, menjadi hari penentuan bagi Harnojoyo. Usai menjalani pemeriksaan intensif sejak pagi di Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Palembang, statusnya resmi ditingkatkan menjadi tersangka sekitar pukul 18.00 WIB. Ironisnya, pria yang pernah memimpin Kota Palembang selama dua periode (2015-2023) itu, kini harus mengenakan rompi tahanan berwarna merah, simbol bagi mereka yang berurusan dengan hukum.

Dengan langkah gontai, Harnojoyo, Wali Kota Palembang ke-12, menyempatkan diri memberikan keterangan pers singkat sebelum digiring masuk ke dalam mobil tahanan. Nada penyesalan terdengar jelas dari ucapan permohonan maafnya.

"Hari ini, saya ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek revitalisasi Pasar Cinde. Ini mungkin salah satu bentuk tanggung jawab saya sebagai pimpinan, terkait pembangunan Pasar Cinde yang mangkrak. Saya mohon maaf kepada masyarakat Palembang, ” ujarnya.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, Umaryadi, menjelaskan bahwa penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian penyelidikan mendalam. Awalnya, Harnojoyo hanya dipanggil sebagai saksi, namun bukti-bukti yang terkumpul mengarah kuat pada keterlibatannya dalam dugaan tindak pidana korupsi.

Modus yang diduga dilakukan Harnojoyo adalah dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota yang memberikan pemotongan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 50% kepada PT Magna Beatum, pengembang proyek Pasar Cinde. Padahal, menurut Umaryadi, PT Magna Beatum tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas diskon tersebut. Seharusnya, perusahaan itu membayar BPHTB sebesar Rp 2, 2 miliar, namun hanya membayar Rp 1, 1 miliar atas perintah Harnojoyo.

"Dari bukti elektronik, ditemukan aliran dana yang diterima tersangka H (Harnojoyo), " kata Umaryadi.

Tak hanya itu, Harnojoyo juga diduga memerintahkan pembongkaran Pasar Cinde yang telah berstatus sebagai cagar budaya sejak tahun 2017. Kini, hanya fasad atau bagian luar sisi depan pasar yang tersisa, meninggalkan luka bagi sejarah dan identitas Kota Palembang.

Harnojoyo menjadi tersangka kelima dalam kasus yang bermula dari kerjasama antara Pemprov Sumsel dan PT Magna Beatum dalam proyek Bangun Guna Serah (BGS) Pasar Cinde pada tahun 2016-2018. Sebelumnya, Kejati Sumsel telah menetapkan empat tersangka lainnya, termasuk Alex Noerdin, Eddy Hermanto (Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama BGS), Aldrin Tando (Direktur PT Magna Beatum), dan Raimar Yousnaidi (Kepala Cabang PT Magna Beatum).

Menariknya, Alex Noerdin dan Eddy Hermanto ternyata sudah berstatus terpidana dalam kasus korupsi lain. Alex Noerdin divonis 9 tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, sementara Eddy Hermanto divonis 8 tahun penjara dalam kasus korupsi dana hibah pembangunan masjid yang sama. Aldrin Tando sendiri saat ini berada di luar negeri dan telah dicekal, sementara Raimar Yousnaidi telah ditahan.

Umaryadi menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari rencana pemanfaatan aset Pemprov Sumsel untuk mendukung Asian Games 2018. Namun, proses pengadaan mitra BGS diduga tidak dilakukan sesuai prosedur, dan kontrak kerjasama yang diteken melanggar peraturan perundang-undangan. Akibatnya, bangunan cagar budaya Pasar Cinde hilang, dan terjadi aliran dana ke pejabat terkait pengurangan BPHTB.

Penyidik juga menemukan bukti adanya upaya menghalang-halangi penyidikan, termasuk upaya mencari "pemeran pengganti" untuk dijadikan tersangka dengan iming-iming kompensasi Rp 17 miliar.

"Untuk itu, tidak tertutup kemungkinan, para tersangka dikenai pasal penghalangan penyidikan (obstruction of justice), " tegas Umaryadi.

Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai nyaris Rp 1 triliun, termasuk kerusakan Pasar Cinde yang ditaksir mencapai Rp 892 miliar, kerugian dana masyarakat pembeli kios sebesar Rp 43, 6 miliar, dan hilangnya potensi pendapatan BPHTB sebesar Rp 1, 2 miliar. Angka ini masih bisa bertambah seiring dengan berjalannya proses penyidikan dan audit dari BPKP.

Kejati Sumsel telah memeriksa 74 saksi dan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap potensi keterlibatan pihak lain. Umaryadi menegaskan komitmennya untuk menelusuri aliran dana dan aset untuk mengembalikan kerugian negara.

Kasus korupsi Pasar Cinde ini menjadi tamparan keras bagi wajah pemerintahan di Sumatera Selatan. Masyarakat berharap agar kasus ini diusut tuntas, dan para pelaku dihukum seberat-beratnya. Lebih dari sekadar uang, kasus ini merusak kepercayaan publik dan menghancurkan warisan budaya yang seharusnya dijaga dan dilestarikan. (WajahKoruptor.com)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |