PAPUA - Peta pergerakan separatis di Papua mengalami pergeseran besar. Perpecahan di tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kini memicu gelombang baru bukan lagi perlawanan bersenjata, melainkan keinginan untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketegangan antar faksi bersenjata di dalam OPM yang kian memanas, justru membuka mata banyak anggotanya. Mereka mulai menyadari bahwa perjuangan melalui kekerasan tak lagi relevan. Kini, banyak dari mereka, terutama generasi muda, mulai melirik kehidupan damai bersama masyarakat.
Tokoh adat Kabupaten Puncak Jaya, Yance Wonda, mengungkapkan bahwa gelombang kesadaran ini terus menguat. “Kami melihat semakin banyak anak-anak muda yang dulu ikut bergabung dengan OPM, kini mulai sadar bahwa jalan kekerasan tidak membawa hasil. Mereka ingin hidup damai, bertani, dan bersekolah kembali, ” ujarnya, Minggu (25/5/2025).
Pendeta Benyamin Mote dari Lanny Jaya menambahkan, banyak pemuda terlibat konflik bersenjata bukan karena ideologi, melainkan karena pengaruh lingkungan. “Banyak dari mereka sebenarnya hanya ikut karena diajak, bukan karena benar-benar memahami apa yang diperjuangkan. Kini mereka melihat bahwa harapan hidup lebih baik justru ada bersama NKRI, ” katanya prihatin.
Masyarakat sipil pun menunjukkan dukungan besar. Kepala Kampung Kobakma, Thomas Telenggen, menyatakan bahwa warganya siap menerima para mantan anggota OPM yang ingin kembali. “Masyarakat tidak menaruh dendam. Kami justru mendukung mereka untuk hidup bersama, membangun kampung, dan menikmati pembangunan yang ada. Yang penting sekarang adalah damai, ” ucapnya.
Fenomena ini menandai runtuhnya kepercayaan internal dalam tubuh OPM, dan sekaligus menjadi bukti bahwa semangat rekonsiliasi lebih kuat daripada peluru. Jalan kembali ke NKRI bukan hanya mungkin, tapi kini menjadi pilihan nyata bagi mereka yang ingin menatap masa depan dengan damai. (***/Red)