KERINCI, JAMBI — Dalam beberapa tahun terakhir, publik dihadapkan pada fenomena semakin maraknya media abal-abal yang beredar di berbagai platform, mulai dari situs web hingga media sosial. Media semacam ini tidak hanya mengaburkan batas antara informasi dan hoaks, tetapi juga mengancam kredibilitas jurnalisme yang sesungguhnya.
Media abal-abal umumnya tidak memiliki badan hukum yang jelas, dan tidak memenuhi standar etik jurnalistik. Meski begitu, mereka kerap mengklaim diri sebagai “media online resmi” dan beroperasi dengan menyebarkan berita sensasional, menyesatkan, atau bahkan sepenuhnya palsu demi klik dan keuntungan pribadi.
Salah satu modus umum yang dilakukan adalah dengan mendirikan situs berita tiruan yang meniru tampilan media resmi, kemudian memuat artikel-artikel yang bersifat provokatif, penuh opini tanpa dasar, atau bahkan fitnah. Tidak jarang pula, media abal-abal digunakan sebagai alat pemerasan kepada pejabat publik, tokoh masyarakat, maupun pelaku usaha.
“Banyak dari mereka menghubungi narasumber, lalu mengancam akan memuat berita negatif jika tidak diberikan imbalan tertentu, Ini jelas mencederai prinsip dasar jurnalistik, ” ujar ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI), Doni Efendi dalam keterangannya.
Lebih berbahaya lagi, media semacam ini sering kali memanfaatkan momen-momen politik atau bencana untuk menyebar disinformasi yang memperkeruh situasi. Warga yang tidak jeli kerap terjebak dan ikut menyebarkan informasi palsu, mempercepat efek domino yang merugikan masyarakat luas.
"Pemerintah dan Dewan Pers telah mengimbau masyarakat untuk selalu memverifikasi informasi yang diterima, pada setiap perusahaan pers luar dalam, perusahaan tidak memiliki tenaga ahli apa jadinya?, " jelasnya.
Menurut Doni, pihaknya masih mengkaji Langkah hukum untuk menindak para pelaku di balik media abal-abal.
“Kita berencana bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menertibkan situs-situs ilegal dan menangkap oknum-oknum yang merusak ekosistem informasi publik, ” tegas Doni Efendi menambahkan.
Dalam era digital yang penuh banjir informasi ini, masyarakat dituntut semakin cerdas dan kritis dalam memilah sumber berita. Kepercayaan terhadap media adalah fondasi demokrasi — dan fondasi itu tak boleh digerogoti oleh kepentingan segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab.