JAKARTA - Gelombang desakan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menahan Ketua Umum Solmet, Silfester Matutina, terkait kasus dugaan fitnah terhadap Jusuf Kalla (JK), semakin kencang berembus. Namun, hingga kini, jawaban pasti dari korps Adhyaksa masih menggantung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, hanya memberikan pernyataan normatif. Ia menegaskan bahwa keputusan eksekusi sepenuhnya berada di tangan Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Seolah melempar bola panas, Anang mengatakan bahwa Jaksa Eksekutor akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Sayangnya, Anang memilih bungkam terkait alasan mengapa eksekusi Silfester tak kunjung dilakukan. Pertanyaan besar pun muncul: ada apa di balik lambatnya proses ini?
"Sepenuhnya kewenangan Jaksa Eksekutor di Kejari Jaksel untuk mengambil langkah langkah hukum sesuai ketentuan, " ujarnya saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Kamis (14/8).
Lebih lanjut, Anang menambahkan bahwa pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh pihak terpidana tidak akan menghalangi proses eksekusi. Sebuah pernyataan yang seolah ingin menepis anggapan bahwa PK menjadi penyebab penundaan.
"Adanya PK dari pihak terpidana atau PH (Penasihat Hukum) tidak menghalangi eksekusi. PK tidak menunda eksekusi, " tuturnya.
Upaya konfirmasi lebih lanjut kepada Kejari Jaksel pun menemui jalan buntu. Para Wartawan telah berupaya menghubungi Kepala Kejari Jaksel, Iwan Catur Karyawan, dan Kasi Intel Kejari Jaksel, Reza Prasetyo Handono, sejak Rabu, namun belum mendapatkan respons.
Situasi ini memicu reaksi dari berbagai pihak. Komisi Kejaksaan (Komjak) hingga mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, turut mempertanyakan langkah Kejaksaan yang terkesan mengulur waktu eksekusi.
Mahfud MD bahkan secara tegas menyatakan bahwa masa eksekusi vonis terhadap Silfester Matutina belum kedaluwarsa. Ia mendesak Kejaksaan untuk segera bertindak.
"Mestinya Kejaksaan Agung menjelaskan: 1) Mengapa itu terjadi? 2) Langkah apa yang telah dan akan dilakukan sekarang? Rakyat berhak tahu tentang itu. Menakutkan, jika ada vonis yang tak dilaksanakan tanpa penjelasan, " kata Mahfud.
Kasus ini bermula dari laporan Solihin Kalla, anak Jusuf Kalla, pada tahun 2017. Silfester dituduh mencemarkan nama baik dan melakukan fitnah terkait orasinya yang menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Pengadilan kemudian menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada Silfester pada 30 Juli 2018. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Bahkan, di tingkat kasasi, hukuman Silfester diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan penjara.
Ironisnya, hingga saat ini putusan kasasi tersebut belum dieksekusi. Pihak Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Publik pun bertanya-tanya, mengapa eksekusi ini seolah jalan di tempat? Ada apa sebenarnya? (Wajah Koruptor)