9,7 Are Nyaris Hancurkan Persaudaraan, Mediasi Jadi Penyelamat

1 day ago 6

DENPASAR – Sengketa waris antara saudara kandung atas lahan seluas 9, 7 are di Jalan Trengguli, Denpasar, akhirnya berujung damai melalui jalur mediasi di pengadilan. Konflik yang sempat memanas hingga memasuki ranah litigasi ini menjadi bukti bahwa penyelesaian secara kekeluargaan tetap memungkinkan, jika semua pihak mengedepankan prinsip win-win solution.

Hal ini disampaikan oleh I Wayan Rendi saat mengisahkan perjalanan panjang penyelesaian sengketa yang dialaminya, dalam keterangan pers di kantor kuasa hukum Gunkiss & Partner's, Jalan Kusuma Bangsa VII No. 71, Denpasar Utara, Selasa (3/6/2025).

Rendi menjelaskan bahwa dirinya, sebagai salah satu ahli waris sah, merasa haknya atas tanah peninggalan orang tua diabaikan oleh kedua adiknya. Padahal, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), hak waris legitieme portie tidak boleh dihapus, kecuali terdapat alasan hukum kuat seperti upaya pembunuhan atau penipuan terhadap pewaris.

"Klien saya tidak mungkin dibatalkan hak warisnya. Secara fisik saja dia kecil dan sakit-sakitan, mustahil mengancam nyawa orang lain, " ujar kuasa hukum Rendi, Ir. A.A. Ngurah Sutrisnawan, S.H., yang akrab disapa Gunkiss.

Upaya damai sempat tiga kali dilakukan, termasuk dua kali somasi, namun tidak direspons. Proses hukum pun ditempuh. Namun, di tengah persidangan, nurani kekeluargaan mulai berbicara. “Tuhan berkata lain. Di depan gawang, kami memilih berdamai, ” kata Gunkiss menggambarkan suasana saat keputusan damai diambil.

Hasil mediasi menyepakati pembagian lahan warisan: Rendi menerima 3 are, sedangkan dua adiknya bersama-sama mengelola sisa 6, 7 are. “Saya tidak ingin mempermalukan adik-adik saya di pengadilan. Saya tahu kekurangan mereka, tapi mengungkapnya hanya akan memperburuk citra keluarga, ” ujar Rendi, menekankan nilai moral dalam pribahasa: menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

Gunkiss menambahkan, penyelesaian damai seharusnya menjadi prioritas dalam setiap konflik hukum. “Pengacara hebat itu bukan yang sering bersidang, tapi yang bisa menyelesaikan perkara tanpa harus ke pengadilan. Litigasi itu ibarat mengejar kambing tapi kehilangan sapi — habis waktu, tenaga, dan biaya, ” jelasnya.

Sikap dewasa para pihak diapresiasi oleh majelis hakim, mengingat sengketa waris kerap berujung pada konflik berkepanjangan dan retaknya hubungan keluarga.

“Kami harap kisah ini menjadi inspirasi bagi keluarga lain. Hukum tidak selalu soal menang dan kalah, tapi tentang bagaimana memulihkan hubungan, ” pungkas Gunkiss.

Kini, proses teknis pembagian lahan tinggal menunggu tahapan balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dengan tercapainya perdamaian, nilai warisan keluarga tidak hanya terjaga dari sisi aset, tetapi juga dari sisi keharmonisan.(*)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |