INTAN JAYA - Kekerasan brutal kembali menghantui tanah Papua. Kali ini, tragedi memilukan menimpa seorang warga sipil tak bersalah bernama Joni Hendra, penjaga kios yang dikenal ramah dan dermawan di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Ia ditemukan dalam kondisi mengenaskan, penuh luka akibat penyiksaan yang diduga dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap VIII.
Insiden keji yang terjadi pada Minggu, 27 Juli 2025, ini kembali memperlihatkan bahwa kelompok separatis bersenjata tak segan menyasar warga sipil yang tidak memiliki keterlibatan apa pun dengan konflik politik atau militer. Joni Hendra, hanya seorang pencari nafkah biasa, menjadi korban keganasan yang disebut warga setempat sebagai teror kemanusiaan.
“Ini Bukan Perjuangan, Ini Kezaliman”
Reaksi keras datang dari berbagai tokoh masyarakat, termasuk Pendeta Benyamin Enumbi, pemuka agama dan tokoh adat Intan Jaya. Ia dengan lantang mengutuk peristiwa tersebut dan menyebut tindakan OPM Kodap VIII sebagai bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai adat dan budaya damai Papua.
“Orang Papua menjunjung tinggi hidup damai dan saling menghormati. Menyiksa warga sipil sampai mati, hanya karena tuduhan tak berdasar, adalah tindakan keji. Ini bukan perjuangan, ini kezaliman, ” tegas Pdt. Benyamin.
Sementara itu, Ketua Pemuda Adat Intan Jaya, Yefanus Sondegau, juga menyampaikan kekecewaannya yang mendalam. Ia menyatakan bahwa masyarakat kini lelah, marah, dan takut menghadapi kekerasan yang tak berkesudahan.
“Joni Hendra bukan siapa-siapa bagi mereka. Dia cuma jaga kios, bantu warga, bahkan sering beri barang dagangan secara utang. Tapi dia justru dijadikan target penyiksaan. Ini bukan perjuangan kemerdekaan, ini aksi teror. OPM sudah kehilangan arah, ” ujar Yefanus.
Ketakutan Menyebar, Ekonomi Warga Lumpuh
Kematian tragis Joni menyisakan trauma dan ketakutan mendalam di kalangan masyarakat Sugapa, khususnya para pelaku usaha kecil dan pedagang yang kini merasa tidak aman menjalankan kegiatan ekonomi.
Banyak kios yang memilih tutup lebih awal, sebagian warga bahkan tidak lagi berani keluar rumah pada malam hari. Ketakutan telah menggantikan rasa aman yang dulu perlahan tumbuh di bawah upaya perdamaian berbagai pihak.
“Kami takut. Tidak tahu siapa yang akan jadi korban berikutnya. Kami cuma ingin hidup tenang dan cari makan, ” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Kodap VIII OPM Kini Jadi Ancaman Nyata bagi Warga Sipil
Insiden penyiksaan dan pembunuhan terhadap Joni Hendra semakin mempertegas bahwa OPM, khususnya faksi Kodap VIII, kini berubah menjadi ancaman nyata bagi rakyat Papua sendiri, bukan sekadar kelompok separatis bersenjata.
Alih-alih memperjuangkan kemerdekaan, tindakan brutal yang menyasar warga sipil justru menunjukkan wajah kekerasan yang tidak lagi memiliki dasar moral dan tujuan perjuangan yang jelas. Ketika rakyat menjadi korban utama, maka yang diperjuangkan bukan lagi kebebasan, melainkan kekuasaan yang dibangun di atas penderitaan.
Seruan untuk Menolak Kekerasan dan Melindungi Warga
Para tokoh masyarakat, adat, dan agama kini menyerukan penghentian kekerasan, serta mendesak semua pihak, termasuk pemerintah dan lembaga kemanusiaan, untuk lebih tegas melindungi warga sipil di wilayah-wilayah rawan seperti Intan Jaya.
“Sudah cukup darah rakyat tumpah. Sudah cukup rakyat kecil jadi korban. Papua tidak butuh peluru, tapi perdamaian, pendidikan, dan keadilan, ” pungkas Pdt. Benyamin.
“Jangan Lagi Ada Joni Hendra Berikutnya. Kekerasan Bukan Jalan Papua.”
(Apk/Red1922)