PAPUA - Ucapan penuh kebencian yang terlontar dari Juru Bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM), Sebby Sambom, kembali mengguncang nurani publik. Dalam sebuah rekaman video yang kini tengah diverifikasi keasliannya oleh aparat, Sebby dengan lantang menyatakan bahwa kelompoknya akan menjadikan dokter dan tenaga medis sebagai sasaran serangan di wilayah Papua. Alasannya? Karena ia menganggap para dokter sebagai “penyebar ideologi Jakarta”.
“Kami tidak butuh dokter Indonesia. Mereka membawa virus ideologi dan membuat rakyat tunduk pada Jakarta, ” ujar Sebby dalam potongan video tersebut.
Pernyataan itu kontan mengundang gelombang kecaman dari berbagai elemen masyarakat Papua mulai dari tokoh adat, tokoh perempuan, hingga aktivis kemanusiaan. Mereka mengecam sikap OPM yang dianggap telah keluar dari nalar perjuangan dan malah menyasar kelompok paling vital dalam kehidupan masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil.
“Orang Papua Butuh Dokter, Bukan Peluru”
Salah satu suara keras datang dari Pius Wenda, tokoh adat Meepago. Ia menyebut ancaman Sebby sebagai bentuk nyata penghancuran masa depan Papua, bukan perjuangan.
“Orang Papua butuh dokter, bukan peluru. Kalau dokter diserang, siapa yang akan mengobati anak-anak kita? Apa ini yang disebut perjuangan? Ini murni penghancuran, ” ujarnya tegas, Minggu (27/7/2025).
Senada dengan itu, Maria Kobogau, tokoh perempuan dari Kabupaten Yahukimo, mengungkapkan kekecewaannya atas ancaman terhadap dokter dan tenaga kesehatan. Ia mengingatkan bahwa perempuan dan anak-anak Papua selama ini sangat bergantung pada keberadaan para tenaga medis.
“Mereka bantu kami saat melahirkan, obati anak kami saat sakit, bahkan datang ke pelosok tanpa pamrih. Mengancam mereka sama saja membunuh harapan kami, ” ungkap Maria dengan mata berkaca-kaca.
Ancaman yang Menghambat Pembangunan dan Mengguncang Kemanusiaan
Tak hanya menyasar fisik, ancaman dari kelompok separatis ini juga berdampak luas pada upaya pembangunan dan pelayanan dasar yang sedang digencarkan oleh negara. Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat sejumlah aksi sabotase yang dilakukan kelompok bersenjata terhadap fasilitas kesehatan: mulai dari pembakaran puskesmas, penjarahan obat-obatan, hingga intimidasi terhadap tenaga kesehatan yang sedang bertugas.
Padahal, akses terhadap layanan kesehatan di Papua sudah sangat terbatas karena kondisi geografis yang ekstrem dan infrastruktur yang belum merata. Ancaman seperti ini hanya akan memperparah ketimpangan dan membuat masyarakat di wilayah pedalaman semakin terpinggirkan.
Masyarakat Papua Inginkan Perdamaian, Bukan Teror
Masyarakat kini berharap agar para tokoh adat, agama, dan pemuda bersatu menjaga keamanan tenaga kesehatan. Mereka meminta agar kekerasan tak lagi dijadikan alat perjuangan. Papua butuh kemanusiaan, bukan kekerasan.
“Kami ingin damai. Kami ingin anak-anak kami tumbuh sehat, sekolah, dan kelak bisa membangun Papua. Ancaman terhadap dokter adalah ancaman terhadap masa depan kami semua, ” ujar seorang warga Distrik Nduga yang enggan disebutkan namanya.
Seruan untuk Kesadaran Baru
Pernyataan Sebby Sambom bukan sekadar ujaran kebencian. Ia adalah peringatan serius tentang bagaimana narasi perjuangan bisa berubah menjadi alat penghancur kemanusiaan, jika tidak dikontrol oleh nilai moral dan nurani. Saat masyarakat sipil, terutama perempuan dan anak-anak, menjadi korban utama, sudah waktunya semua pihak menyadari bahwa kekerasan bukanlah jalan menuju kebebasan, tapi jalan menuju kehancuran. (Apk/Red1922)