OPM Jadikan Anak-Anak sebagai Tameng Hidup: Narasi Hoax yang Menyerang TNI di Papua

10 hours ago 9

PAPUA - Tuduhan sepihak yang menyebutkan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) menembak mati seorang anak berusia 13 tahun, Yefri Tabuni, di Kampung Nengebuma, Distrik Gome, Kabupaten Puncak, langsung dibantah keras oleh berbagai pihak. Tokoh masyarakat lokal dan aparat keamanan yang berada di lapangan menegaskan bahwa klaim tersebut tidak berdasar. Jum'at 23 Mei 2025.

Kondisi geografis dan keamanan yang rumit di wilayah Puncak kerap kali membuat warga terjebak dalam konflik yang melibatkan kelompok separatis OPM. Lebih memprihatinkan lagi, OPM kini telah menggunakan anak-anak di bawah umur sebagai tameng hidup atau alat propaganda dalam perlawanan mereka. Fenomena ini semakin meresahkan, mengingat anak-anak tersebut dipaksa terlibat dalam kekerasan dan aktivitas militer yang seharusnya mereka hindari.

Amos Murib, tokoh masyarakat Gome, sangat menyayangkan narasi yang terus-menerus menyudutkan TNI tanpa memperhatikan peran kelompok bersenjata dalam insiden tersebut. “Kami tahu siapa yang menguasai wilayah gunung. Anak-anak pun dipaksa oleh OPM untuk ikut menyerang kehadiran aparat keamanan dan membawa logistik. Itu bukan keinginan mereka, itu paksaan dari OPM, ” ujar Amos pada Jumat (23/5/2025).

Pemberitaan yang menyebutkan bahwa "TNI menembak anak usia 13 tahun" tanpa menyertakan konteks, kronologi, dan verifikasi data, dinilai sebagai upaya untuk memanipulasi fakta dan menyerang citra negara. Berita semacam ini memperburuk citra TNI di mata publik, tanpa memberikan gambaran yang utuh mengenai situasi di lapangan.

Taktik ini sejalan dengan strategi media-media yang berafiliasi dengan kelompok separatis, yang selama ini konsisten menyebarkan narasi sepihak tanpa sumber yang jelas. Nama Mettis Molay, yang disebut-sebut sebagai pelapor dalam banyak publikasi OPM, kerap muncul sebagai juru bicara informal yang tidak memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Situasi di Papua, khususnya di wilayah konflik seperti Puncak, sangat memerlukan pendekatan damai dan solusi yang adil. Namun, kelompok bersenjata OPM dan simpatisannya terus memperkeruh keadaan dengan menyebarkan narasi provokatif yang menciptakan ketakutan dan kebencian terhadap negara. Mereka tidak hanya menyerang aparat, tetapi juga menjadikan anak-anak sebagai alat politik yang sangat berbahaya.

Pemberitaan sepihak yang menyudutkan TNI, tanpa melihat fakta yang ada di lapangan, hanya memperburuk situasi. Masyarakat Papua, yang sudah lama mendambakan kedamaian, berhak mendapatkan kebenaran. Ketidakadilan terhadap fakta yang sebenarnya hanya akan memperpanjang ketegangan, menjadikan anak-anak sebagai korban, dan memperburuk proses perdamaian di tanah Papua. (***/Red)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |