Menolak Bertanggung Jawab: OPM Kodap XVI Yahukimo Dianggap Pengkhianat Nilai Kemanusiaan dan Adat Papua

6 hours ago 4

PAPUA - Duka kembali menyelimuti masyarakat Dekai, Kabupaten Yahukimo. Penembakan terhadap warga sipil oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XVI Yahukimo menambah catatan kelam kekerasan di tanah Papua. Namun yang lebih menyayat hati, kelompok tersebut secara terang-terangan menolak bertanggung jawab atas tragedi tersebut, dengan dalih bahwa korban “bukan bagian dari perjuangan mereka.”

Pernyataan itu disebarkan oleh OPM Kodap XVI melalui selebaran gelap dan rekaman suara yang beredar di media sosial. Di dalamnya, mereka menyatakan secara terbuka bahwa tidak ada konsekuensi atas kematian warga sipil tersebut. Sikap dingin ini menuai gelombang kecaman dari berbagai tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat luas.

Tokoh Gereja: Ini Bukan Perjuangan, Ini Kebrutalan

Pendeta Filemon Kobak, tokoh gereja dari Dekai, mengecam keras sikap OPM yang dianggap telah melampaui batas kemanusiaan.

“Menghilangkan nyawa warga sipil dan kemudian mengatakan tidak bertanggung jawab adalah bentuk kejahatan kemanusiaan. Ini bukan perjuangan, ini kebrutalan yang tidak beradab, ” tegasnya, Senin (28/7/2025).

Ia menyatakan bahwa dalam nilai-nilai Kristen maupun budaya Papua, setiap nyawa adalah suci dan tak boleh dikorbankan untuk alasan apapun.

Tokoh Adat Yahukimo: OPM Lari dari Tanggung Jawab Adat

Tak hanya tokoh gereja, suara tegas juga datang dari Musa Heluka, tokoh adat Yahukimo. Ia menyebut bahwa tindakan OPM Kodap XVI telah mencederai tatanan adat Papua, yang selama ini menjunjung tinggi prinsip tanggung jawab dan penyelesaian damai.

“Dalam adat kami, siapa pun yang menyebabkan kematian orang lain, harus bertanggung jawab dan menyelesaikannya secara adat. Tapi mereka malah bersembunyi di balik kata ‘perjuangan’. Ini pengecut dan memalukan, ” ujarnya dengan nada geram.

Menurutnya, kelompok bersenjata tersebut tidak lagi bisa disebut sebagai representasi rakyat Papua, karena telah berubah menjadi ancaman bagi masyarakat sipil sendiri.

Dari Separatis ke Teroris: Arah Gerakan OPM Dipertanyakan

Sikap OPM yang menolak bertanggung jawab atas korban sipil semakin menguatkan pandangan bahwa mereka kini bukan lagi gerakan separatis, melainkan telah menjelma menjadi kelompok teroris lokal yang kehilangan arah moral dan politik. Serangan terhadap warga sipil tak bersenjata adalah bukti nyata bahwa yang menjadi korban justru adalah rakyat Papua sendiri, bukan aparat negara.

OPM Kodap XVI Yahukimo kini dianggap tidak memiliki nilai perjuangan, tidak berpegang pada prinsip adat, dan telah menjadi simbol kekacauan di Papua Pegunungan.

Masyarakat Minta Negara Tegas dan Adil

Tragedi ini memicu seruan dari masyarakat agar negara bersikap lebih tegas terhadap kelompok separatis yang menyerang rakyatnya sendiri. Masyarakat mendesak agar tindakan kekerasan ini tidak lagi ditoleransi atas nama “perjuangan”, karena faktanya yang jatuh sebagai korban adalah warga yang tidak bersalah.

Seorang warga Dekai, yang enggan disebut namanya, berkata:

“Kami sudah terlalu lama jadi korban. Kami tidak tahu politik, kami hanya ingin hidup tenang. Kalau OPM bilang berjuang untuk rakyat Papua, kenapa yang mereka bunuh malah rakyat?”

Penutup: Saatnya Papua Lepas dari Teror, Bangkit dalam Damai

Penembakan terhadap warga sipil di Dekai dan sikap acuh tak acuh dari pelakunya adalah cermin kehancuran nilai perjuangan OPM itu sendiri. Masyarakat Papua kini menyadari bahwa kedamaian tidak bisa dibangun dari peluru dan kebencian, melainkan dari dialog, keadilan, dan tanggung jawab bersama.

(Apk/Red1922)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |