PANGKEP SULSEL - Dalam upaya pembangunan desa dan kelurahan, salah satu kesalahan paling fatal namun sering diabaikan adalah ketidakhadiran data yang akurat dan terintegrasi tentang potensi lokal. Pembangunan yang tidak berbasis data ibarat menembak sasaran dalam gelap—berisiko, boros sumber daya, dan bisa saja meleset dari kebutuhan masyarakat.
Demikian di ungkapkan Herman Djide Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD ) Jurnalis Nasional Indonesia ( JNI) Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar Kamis (10/7/2025)
Pimpinan Redaksi Media Indonesia Satu Perwakilan Kabupaten Pangkep, yang di juluki Media seribu portal ini berkata bahwa seringkali program pembangunan hadir dari atas ke bawah, tanpa dialog mendalam dengan kondisi riil masyarakat desa. Pemerintah pusat maupun daerah merancang proyek atau bantuan tanpa mengantongi data yang valid tentang sektor unggulan, kebutuhan dasar, dan kapasitas sosial ekonomi suatu desa atau kelurahan. Akibatnya, banyak program menjadi tidak tepat sasaran dan hanya bersifat seremonial.
Padahal, setiap desa dan kelurahan memiliki karakteristik dan potensi yang unik. Ada desa yang cocok dikembangkan sebagai sentra pertanian hortikultura, ada pula yang lebih menjanjikan untuk ekowisata, peternakan, perikanan, atau pengolahan hasil bumi. Tanpa pemetaan yang matang, potensi ini tidak hanya tersembunyi, tapi juga berisiko hilang akibat pembangunan yang tak sejalan.
Menurutnya data desa seharusnya mencakup berbagai aspek, mulai dari data kependudukan, sosial-budaya, geografis, hingga data potensi ekonomi dan sumber daya alam. Lebih dari sekadar angka-angka, data ini menjadi fondasi untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Kemajuan teknologi digital seharusnya menjadi alat bantu untuk mempermudah pengumpulan dan pengelolaan data desa. Sayangnya, belum semua desa memiliki sistem informasi yang baik atau SDM yang mumpuni dalam pengolahan data. Ini adalah tantangan yang perlu segera diatasi oleh pemerintah dan lembaga pendamping masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pendataan juga sangat penting. Data yang dihasilkan dari partisipasi warga akan lebih akurat dan relevan. Mereka yang hidup sehari-hari di desa mengetahui betul kondisi riil, permasalahan, dan potensi yang dimiliki. Pendekatan partisipatif dalam pendataan menjadi langkah awal untuk membangun desa dari, oleh, dan untuk rakyat.
Ironisnya, dalam beberapa kasus, pembangunan justru mengabaikan data yang sudah tersedia. Hal ini bisa terjadi karena orientasi proyek semata, kepentingan politik, atau rendahnya literasi data di kalangan pembuat keputusan. Jika pola ini terus berlangsung, maka desa hanya akan menjadi objek pembangunan, bukan subjek yang berdaya.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, mulai dari pemerintah, akademisi, LSM, hingga masyarakat desa sendiri, untuk menjadikan data sebagai panglima pembangunan. Desa yang dibangun dengan data akan lebih siap menghadapi tantangan zaman, mulai dari perubahan iklim, krisis ekonomi, hingga ketahanan pangan.
Program Dana Desa, misalnya, akan lebih efektif dan efisien jika didasarkan pada data prioritas pembangunan desa. Tidak akan ada lagi proyek jalan desa yang mubazir, irigasi yang tidak terpakai, atau pelatihan keterampilan yang tidak sesuai kebutuhan warga.
Dia menjelaskan bahwa pembangunan berbasis data juga membuka peluang inovasi. Ketika desa mengetahui keunggulannya, maka pengembangan produk lokal, pemasaran digital, hingga kemitraan dengan dunia usaha dapat lebih mudah dibangun. Data menjadi pintu masuk menuju desa cerdas, mandiri, dan berdaya saing.
Tak hanya itu, data desa yang baik akan memperkuat sistem pengawasan dan evaluasi. Masyarakat bisa turut serta mengawasi jalannya program, karena mereka memahami titik awal dan arah yang ingin dicapai. Transparansi ini akan mendorong pemerintahan desa yang akuntabel dan dipercaya publik.
Akhirnya, membangun desa tanpa data adalah tindakan sembrono yang membahayakan masa depan desa itu sendiri. Alih-alih membawa kemajuan, pembangunan yang tidak berdasar justru menciptakan ketimpangan dan frustrasi sosial. Oleh karena itu, data bukan sekadar alat teknis, tetapi jantung dari seluruh proses pembangunan.
Sudah saatnya kita berhenti menembak dalam gelap. Arahkan pembangunan desa dengan cahaya data yang terang dan jernih. Dengan begitu, cita-cita membangun Indonesia dari pinggiran bukan sekadar slogan, tetapi kenyataan yang berpijak di atas fondasi yang kuat. (Bung)