Kehadiran TNI di Papua: Tugas Konstitusional Menjawab Ancaman Separatis Bersenjata

2 days ago 7

PAPUA - Polemik mengenai pembangunan pos militer TNI di beberapa wilayah Papua kembali mengemuka setelah kelompok bersenjata TPNPB-OPM menyuarakan penolakan dan melontarkan ancaman terhadap aparat TNI-Polri serta masyarakat sipil non-Papua. Mereka mengklaim sembilan wilayah di Papua, termasuk Puncak Jaya, sebagai “zona perang” dan menyatakan siap melancarkan serangan bersenjata. Senin, 14 Juli 2025.

Namun perlu ditegaskan: kehadiran TNI di Papua bukan bentuk penindasan, melainkan mandat konstitusional negara untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia tanpa terkecuali.

Mandat Konstitusi dan Legalitas Kehadiran TNI

Penempatan pos militer dan kehadiran pasukan TNI di Papua dilakukan sesuai dengan kerangka hukum nasional, yakni:

  • Pasal 30 UUD 1945, yang menyatakan bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa.

  • UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya:

    • Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang memberi wewenang TNI untuk mengamankan wilayah perbatasan dan menghadapi gerakan separatis bersenjata.

    • Pasal 9, yang memberi hak bagi TNI untuk membangun sarana prasarana dalam mendukung pelaksanaan tugas.

  • Perpres No. 66 Tahun 2019 tentang struktur TNI, yang menguatkan posisi Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai ujung tombak pengamanan nasional, termasuk di Papua.

Dengan demikian, pembangunan pos militer di wilayah rawan konflik seperti Puncak Jaya bukan tindakan provokatif, melainkan langkah sah untuk melindungi masyarakat sipil dan menjamin stabilitas nasional.

Strategi Pendekatan Humanis dan Teritorial TNI

Berangkat dari Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, kehadiran TNI tidak semata-mata militeristik. TNI juga berperan aktif dalam:

  • Mendukung pengamanan pembangunan dan pelayanan publik;

  • Berkontribusi dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan;

  • Membangun komunikasi sosial dan kerja sama dengan pemangku kepentingan lokal.

TNI hadir bukan hanya membawa senjata, tapi juga membawa harapan. Berbagai Satgas TNI di Papua secara konsisten melaksanakan pelayanan kesehatan gratis, mengajar di daerah terpencil, dan membangun kepercayaan sosial yang inklusif.

Ancaman TPNPB-OPM dan Pelanggaran HAM Internasional

Pernyataan TPNPB-OPM yang mengancam warga non-Papua dan aparat negara, serta aksi kekerasan mereka terhadap tenaga guru, medis, pekerja proyek, dan warga sipil lainnya, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.

Hal ini sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang menegaskan bahwa kekerasan yang menimbulkan teror luas terhadap masyarakat sipil termasuk dalam definisi tindakan teror.

Selain itu, tindakan mereka telah melanggar prinsip-prinsip dasar dalam Hukum Humaniter Internasional, antara lain:

  • Distinction (harus membedakan kombatan dan sipil);

  • Proportionality (tidak menyebabkan korban sipil yang tidak proporsional);

  • Precaution (menghindari serangan sembarangan yang membabi buta).

Kesimpulan: TNI adalah Wajah Negara, Bukan Ancaman bagi Rakyat

Kehadiran TNI di Papua adalah wujud nyata bahwa negara tidak pernah absen dari tanggung jawabnya terhadap rakyat. Di tengah provokasi separatisme dan kekerasan bersenjata, TNI tetap menjunjung tinggi:

  • Legalitas (bertindak sesuai hukum dan konstitusi),

  • Akuntabilitas (diawasi dan dievaluasi secara sistemik), serta

  • Profesionalitas (menjaga prinsip HAM dan hukum humaniter internasional).

Upaya TPNPB-OPM untuk menciptakan ketakutan dan memutarbalikkan narasi harus dilawan dengan fakta, hukum, dan kesatuan nasional. Negara tidak pernah kalah oleh propaganda – karena di setiap jengkal Papua, ada TNI yang hadir dengan niat tulus menjaga, bukan menindas.

Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |