Kehadiran TNI di Papua: Tembok Perlindungan NKRI, Bukan Alat Penindasan

1 day ago 9

PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, situasi keamanan di wilayah Papua kembali mendapat sorotan setelah kelompok separatis bersenjata yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) melontarkan ancaman terbuka. Mereka menolak rencana pembangunan pos militer TNI di beberapa titik strategis di Papua, termasuk Puncak Jaya, dan bahkan mengklaim sembilan wilayah sebagai “zona perang.” Lebih dari itu, mereka mengeluarkan ultimatum kepada masyarakat non-Papua untuk segera meninggalkan wilayah tersebut. Kamis, 31 Juli 2025.

Pernyataan provokatif ini jelas menyesatkan dan melanggar hukum, baik nasional maupun internasional. Sebaliknya, kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Papua adalah langkah konstitusional, legal, dan berlandaskan kepentingan kemanusiaan—bukan bentuk penindasan, apalagi penjajahan.

Landasan Hukum: Negara Hadir Melalui TNI

Pembangunan pos militer dan kehadiran prajurit TNI di wilayah Papua sepenuhnya sah menurut hukum, sesuai amanat:

  • Pasal 30 UUD 1945, yang menegaskan peran TNI sebagai alat negara dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa.

  • UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya Pasal 7 dan 9, yang menetapkan tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk mengatasi gerakan separatis bersenjata dan mengamankan wilayah perbatasan.

  • Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) sebagai garda terdepan dalam menjaga stabilitas dan menangani konflik strategis.

Dengan demikian, pembangunan pos TNI di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah bentuk provokasi, tetapi bagian dari kebijakan pertahanan negara untuk:

  • Melindungi masyarakat sipil dari ancaman kekerasan,

  • Menjamin keberlangsungan pembangunan nasional,

  • Dan menciptakan ruang aman dari penyebaran teror oleh kelompok separatis.

Pendekatan Humanis: TNI untuk Rakyat, Bukan Melawan Rakyat

TNI tidak semata hadir dengan pendekatan militeristik. Dalam menjalankan misinya di Papua, TNI berpegang pada Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Di lapangan, ini diwujudkan dalam bentuk:

  • Dukungan terhadap Pemda dalam pelayanan dasar, pendidikan, dan kesehatan,

  • Pelibatan aktif dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan,

  • Serta pembinaan teritorial berbasis komunikasi sosial dan humanisme.

TNI terus membuktikan bahwa prajurit bukan hanya penjaga perbatasan, tetapi juga mitra masyarakat—membangun jalan, memberikan layanan kesehatan, mengajar di sekolah-sekolah pedalaman, dan menyatu dalam denyut kehidupan warga asli Papua.

Ancaman TPNPB-OPM: Kekerasan yang Tak Berdasar Hukum

Ancaman TPNPB-OPM terhadap masyarakat non-Papua, serta serangan terhadap tenaga pendidik, medis, dan proyek pembangunan, tidak hanya mencoreng perjuangan kemanusiaan, tetapi juga telah melanggar hukum nasional dan hukum humaniter internasional.

Merujuk pada UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, khususnya Pasal 6 dan 9, penggunaan kekerasan untuk menciptakan teror luas terhadap masyarakat sipil dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.

Secara global, tindakan mereka melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, seperti:

  • Prinsip Distinction (memisahkan kombatan dan warga sipil),

  • Proportionality (tidak boleh ada korban sipil yang berlebihan),

  • Precaution (serangan tidak boleh dilakukan secara membabi buta).

Kesimpulan: NKRI Hadir untuk Melindungi, Bukan Menindas

Kehadiran TNI di Papua adalah perpanjangan tangan negara dalam menjamin hak hidup, rasa aman, dan masa depan rakyat Papua. TNI bertugas bukan hanya mengamankan batas wilayah, tetapi juga menjaga hati dan harapan bangsa yang hidup di ujung timur Indonesia.

Setiap langkah TNI dilakukan dengan:

  • Legalitas, berdasarkan konstitusi dan peraturan hukum,
  • Akuntabilitas, dengan pengawasan internal dan eksternal,

  • Profesionalitas, sesuai standar operasional dan nilai-nilai HAM.

Upaya kelompok separatis untuk menciptakan teror dan disinformasi harus ditolak secara tegas oleh seluruh elemen bangsa. Dalam negara hukum, tidak ada tempat bagi kekerasan dan ancaman terhadap rakyat sipil.

“TNI di Papua: Penjaga Rasa Aman, Bukan Penguasa Ketakutan”

Melawan Terorisme Separatis dengan Hukum, Hati, dan Harapan

Authentication:
Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono, Dansatgas Media HABEMA

Read Entire Article
Karya | Politics | | |