PAPUA - Dalam beberapa hari terakhir, kelompok bersenjata yang mengatasnamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali mengguncang opini publik dengan pernyataan-pernyataan provokatif. Mereka menentang rencana pembangunan pos militer TNI di Puncak Jaya dan sembilan wilayah Papua lainnya yang mereka klaim sebagai "zona perang." Bahkan, ancaman kekerasan terhadap aparat TNI-Polri serta ultimatum bagi warga non-Papua untuk meninggalkan wilayah tersebut makin memperburuk ketegangan. Jum'at 6 Juni 2025.
Namun, klaim dan ancaman tersebut bukanlah sesuatu yang dapat diterima begitu saja, baik dari sisi hukum maupun kemanusiaan. Kehadiran TNI di Papua termasuk pembangunan pos militer merupakan langkah sah dan konstitusional yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Langkah Legitimasi TNI Berdasarkan Hukum
Kehadiran TNI di Papua bukanlah sebuah tindakan sepihak, melainkan hasil dari kewajiban negara untuk menjaga kedaulatan dan keselamatan bangsa. Beberapa peraturan yang mendasari langkah ini antara lain:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 30 yang mengamanatkan TNI sebagai alat negara untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang menegaskan bahwa TNI memiliki tugas dalam operasi militer selain perang, termasuk mengamankan wilayah perbatasan dan menangani kelompok separatis.
3. Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019, yang memperkuat peran TNI dalam menghadapi ancaman strategis, termasuk pembangunan pos militer di wilayah-wilayah rawan.
Pembangunan pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya jelas bertujuan untuk mengamankan masyarakat sipil, mendukung pembangunan nasional, dan mencegah aksi kekerasan yang bisa membahayakan keamanan negara.
Pendekatan Humanis TNI: Kemanusiaan di Balik Tugas Militer
TNI tidak hanya hadir di Papua untuk tujuan militer, tetapi juga untuk mendukung pembangunan kesejahteraan. Sesuai dengan Inpres RI No. 9 Tahun 2020, TNI mengedepankan pendekatan teritorial yang humanis, bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Tugas TNI di Papua juga meliputi perlindungan terhadap masyarakat sipil, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dalam setiap langkahnya.
Ancaman TPNPB-OPM: Teror yang Merugikan Rakyat
Ancaman yang dilontarkan oleh TPNPB-OPM terhadap masyarakat sipil, termasuk serangan terhadap guru, tenaga medis, dan fasilitas umum, jelas merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, tindakan kekerasan yang menimbulkan teror kepada masyarakat sipil dapat dianggap sebagai terorisme. Selain itu, kelompok ini juga melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, yang mengatur tentang perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata.
Kesimpulan: TNI, Penjaga Kedaulatan dan Keamanan Papua
Kehadiran TNI di Papua bukan untuk memperburuk keadaan, melainkan untuk memperkokoh kehadiran negara dalam menjaga kedaulatan dan keamanan bangsa. TNI bertindak profesional, sesuai dengan hukum, dan dengan komitmen yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Negara hadir untuk melindungi seluruh warga negara, termasuk masyarakat Papua, agar dapat menikmati rasa aman, pembangunan yang adil, dan perlindungan dari ancaman kekerasan.
Tindakan TPNPB-OPM yang berusaha menciptakan ketakutan dan kekerasan harus dengan tegas ditolak. Tidak ada tempat bagi kekerasan dalam negara hukum. TNI akan terus melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi demi keutuhan NKRI.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Lieutenant Colonel Inf Iwan Dwi Prihartono