PADANG-Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) yang mengalami kecelakaan tunggal hingga terguling di dekat Terminal Bukit Surungan, Kota Padang Panjang merenggut nyawa 12 orang, tiga diantaranya merupakan warga Kabupaten Simalungun, Selasa (6/5/2025).
Berdasarkan data dari direktorat lalulintas (Ditlantas) Polda Sumatera Barat (Sumbar), insiden nahas itu menyebabkan 12 orang meninggal dunia termasuk tiga warga Simalungun dan belasan lainnya luka-luka, termasuk sopir dan kernet Bus Antar Lintas Sumatera (ALS)
"Korban meninggal dunia 12 orang, korban luka berat satu orang, korban luka ringan 21 orang, " kata Dirlantas Polda Sumbar Kombes Reza Chairul Akbar Sidiq kepada wartawan dan berikut nama-nama korban yang meninggal dunia:
1, Atas Silaen (30), 2. Aryudi (38), 3. Nurul Mayasari (30), 4. Meleaki Sinaga (74), 5. Desrita Nainggolan alis lirih Saruden, 6. Romaida Sitanggang (74), 7. Karmina Gultom (74), 8. Etrick Gustaf Wenas (26), 9. Sri Rejeki (38), 10. Rema Andini Pane (1, 5), 11. Naufal Rehan Pane (6) dan 12. Riski Agustini Lubis (3)
Sementara suasana di Lingkungan I Uruk Nagodang, Kelurahan Sipolha Horisan, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera dipenuhi duka.
Tangis terdengar dari rumah keluarga Saruden Nainggolan. Tikar digelar, keluarga dan kerabat duduk bersimpuh dalam kesedihan, menanti kabar jenazah yang masih dalam perjalanan pulang.
Tiga anggota keluarga, satu per satu namanya disebut lirih Saruden Nainggolan (74), istrinya Romalola Sitanggang (74), dan putri mereka Desrita Nainggolan (50).
Ketiganya meninggal dunia dalam kecelakaan tragis yang melibatkan Bus Antar Lintas Sumatera (ALS) di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada Selasa (6/5/2025) siang.
Padahal, keberangkatan mereka sehari sebelumnya sarat makna sebuah perjalanan penuh harapan untuk menghadiri pesta adat di Palembang sekaligus mengunjungi anak di perantauan. Tapi takdir berkata lain perjalanan yang semestinya membawa sukacita justru berujung kehilangan.
"Mereka berangkat dari Pematangsiantar dengan senyum. Katanya mau menghadiri acara adat dan sekalian menjenguk anak, " kata Desna Damanik, tetangga kampung yang masih kerabat keluarga.
Saruden dan Romalola bukan hanya pasangan suami istri sepuh. Mereka adalah pilar keluarga yang tetap berdiri kokoh meski diterpa gelombang hidup.
Mereka merawat cucu-cucunya yang telah menjadi yatim sejak kecil memberi kasih sayang, membesarkan, dan menjadi tempat berlindung.
“Oppung itu baik sekali. Tak pernah berkata kasar. Dia rawat cucu-cucunya sendiri, padahal usianya tak muda lagi, ” ujar Desna dengan mata berkaca-kaca.
Anak-anak mereka kini tersebar jauh. Salah satu putrinya bahkan tengah menempuh pendidikan di Manado.
Bagi kerabat keluarga, kabar duka ini datang membelah ketenangan dengan rasa kehilangan yang tak terperi.
Warga kampung terus berdatangan. Tak ada yang ingin sendiri malam itu. Mereka datang membawa pelukan, doa, dan air mata.
Hingga kini kerabat keluarga masih menunggu kedatangan jenazah yang diperkirakan tiba malam ini di Sipolha menanti pelukan terakhir, menanti waktu untuk mereka mengikhlaskan kejadian tragis tersebut. (Karmel)