Di Bawah Bendera Merah Putih: Kehadiran TNI di Papua Adalah Perlindungan, Bukan Penindasan

8 hours ago 3

PAPUA - Ketika deru senapan kelompok separatis masih terdengar di rimba Papua, dan bayang-bayang ancaman membayangi warga sipil, hadirnya TNI bukanlah simbol tekanan, melainkan pelindung konstitusional yang sah penjaga nyawa dan penjaga masa depan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Kamis 19 Juni 2025.

Baru-baru ini, kelompok yang menamakan diri mereka Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali menyebarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak pembangunan pos militer di wilayah Puncak Jaya dan delapan titik strategis lain yang mereka klaim sebagai “zona perang”. Bahkan lebih jauh, mereka mengeluarkan ultimatum agar warga non-Papua meninggalkan wilayah tersebut, disertai ancaman kekerasan bersenjata terhadap TNI-Polri dan masyarakat sipil.

Ini bukan hanya ancaman terhadap aparat negara. Ini adalah teror terhadap hak hidup.

Padahal, kehadiran TNI di Papua bukanlah bentuk dominasi militer. Sebaliknya, ini adalah langkah hukum yang sah, dibangun di atas fondasi konstitusi dan nilai-nilai kebangsaan:

* Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa TNI adalah alat negara dalam menjaga kedaulatan dan keselamatan bangsa.

* UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara eksplisit memberi mandat kepada TNI untuk mengamankan wilayah perbatasan dan menghadapi gerakan separatis bersenjata.

* Perpres Nomor 66 Tahun 2019 mengatur struktur Kogabwilhan sebagai garda terdepan menangani ancaman strategis.

Pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Puncak Jaya bukanlah provokasi. Itu adalah tanggung jawab negara untuk:

* Menjamin keselamatan masyarakat sipil;

* Mengamankan jalannya pembangunan nasional; dan

* Mencegah perluasan kekerasan oleh kelompok separatis.

Kehadiran yang Humanis, Bukan Militeristik

TNI bukan hanya hadir dengan senjata, tetapi juga dengan hati dan empati. Pendekatan yang dilakukan adalah teritorial dan humanis, sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Melalui kegiatan seperti:

* Komsos (Komunikasi Sosial) yang membangun kedekatan;

* Pelayanan kesehatan dan pendidikan di pelosok; dan

* Pendampingan pembangunan infrastruktur dasar, TNI telah menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat Papua.

TPNPB-OPM: Dari Separatisme Menuju Terorisme

Ancaman TPNPB terhadap warga sipil dan serangan terhadap guru, tenaga kesehatan, serta pekerja proyek sosial tidak bisa lagi ditoleransi. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme, tindakan mereka telah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa menyasar publik dengan kekerasan, menyebar ketakutan, dan menolak prinsip damai.

Tindakan mereka juga melanggar Hukum Humaniter Internasional, khususnya:

* Prinsip Distinction: Tidak membedakan antara kombatan dan warga sipil;

* Prinsip Proportionality: Menyebabkan korban sipil dalam skala luas;

* Prinsip Precaution: Menyerang secara membabi buta tanpa mempertimbangkan dampak kemanusiaan.

Negara Hadir, Papua Tidak Sendiri

Apa yang dilakukan TNI hari ini adalah wujud nyata kehadiran negara: mengayomi, bukan menindas; menjaga, bukan menguasai. Kehadiran TNI di Papua adalah langkah konstitusional, legal, dan bermoral.

"TNI hadir untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun anak Papua yang takut sekolah, tidak ada ibu yang takut membawa anaknya berobat, dan tidak ada warga yang harus hidup dalam ketakutan di negerinya sendiri, " demikian pernyataan resmi Pangkoops Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto.

Dalam semangat profesionalisme, HAM, dan akuntabilitas, TNI terus menjalankan tugasnya di medan bakti, di medan pengabdian, dan di medan hati.

Penutup:

Papua bukan tanah konflik. Papua adalah tanah kehidupan, tanah Indonesia. Dan kehadiran TNI adalah janji negara: bahwa siapa pun yang tinggal di tanah ini, berhak hidup aman, bermartabat, dan dibela oleh konstitusi.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |