JAKARTA – Sebuah seruan lantang untuk keadilan kesehatan menggema di Gedung Pertamina F-MIPA UI, Depok. LBH Digital Informasi dan Teknologi (Digitek) bersama Ikatan Alumni UI (ILUNI) Jawa Barat, Kamis kemarin, sukses menggelar Seminar Strategis Nasional bertajuk “Menjamin Hak Atas Kesehatan: Evaluasi dan Solusi Penonaktifan 7, 4 Juta Peserta PBI BPJS Kesehatan.” Kamis (07/08/2025).
Acara ini mempertemukan para tokoh penting dari pemerintah, lembaga independen, hingga akademisi. Mereka bersatu membedah persoalan besar yang mengancam jutaan masyarakat miskin dan rentan di Indonesia: pencabutan status kepesertaan BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI-JKN) secara masif.
Direktur LBH Digitek Jabar, Dr. Sitti Hikmawatty, SH, menegaskan bahwa isu ini jauh melampaui sekadar urusan data atau administrasi. “Ini soal hidup dan mati bagi jutaan rakyat miskin. Validasi data harus dilakukan hati-hati dan humanis. Penonaktifan ini harus menjadi momentum perbaikan sistem, bukan sekadar pengurangan angka peserta, ” ujarnya.
Pesan tersebut sejalan dengan sambutan pembuka dari Ratu Febriana Erawati, Pembina ILUNI UI Jabar, yang mengajak hadirin menghidupkan kembali motto almamater UI: Veritas, Probitas, Justitia.
Veritas – Mengungkap fakta bahwa penonaktifan ini adalah tragedi kemanusiaan.
Probitas – Mengkritisi kebijakan yang kian menekan rakyat miskin.
Justitia – Mengawal keadilan bagi 7, 4 juta jiwa yang terlempar dari sistem.
Sitti mengajak publik membayangkan kenyataan pahit di balik kebijakan ini:
Seorang ibu hamil di desa terpencil tak bisa berobat karena kartunya dinonaktifkan tanpa pemberitahuan.
Seorang anak dengan penyakit kronis tiba-tiba terhenti pengobatannya karena identitasnya ditolak sistem.
Jutaan keluarga miskin kini berhadapan dengan rumah sakit—tanpa jaminan, tanpa kepastian, tanpa perlindungan.
“Ini bukan wajah keadilan sosial seperti yang dijanjikan UUD 1945. Ini bukan wujud ‘negara hadir’ yang sering kita dengar di panggung kebijakan publik, ” tegasnya.
Dalam sesi diskusi panel, hadir narasumber utama: Prof. Dr. dr. Ascobat Gani, Dr.PH (pakar kesehatan publik), Prof. Heru Susetyo (pakar hukum dan kesejahteraan sosial), serta Ahmad Ansyori (pengamat jaminan sosial). Para ahli ini menyumbangkan pandangan kritis dan solusi konkret.
Seminar ini menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis yang akan segera dibawa ke Kementerian, Lembaga Pemerintah, dan DPR RI. Tindak lanjut berupa FGD (Focus Group Discussion) akan memastikan rekomendasi tersebut benar-benar sampai kepada pembuat kebijakan.
Sitti menutup dengan kutipan klasik dari Cicero:
“Salus populi suprema lex esto” – Kesejahteraan rakyat harus menjadi hukum tertinggi.
Ia menegaskan, “Negara wajib menjamin tidak ada satu pun rakyat miskin yang kehilangan hak jaminan kesehatannya hanya karena masalah administratif. Jaminan sosial adalah hak dasar yang tidak boleh ditawar.”