WKS Apresiasi Wisura Kusuma, Harap Mediasi Kasus Perundungan Berjalan Adil

13 hours ago 6

DENPASAR – WKS menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada tokoh budaya sekaligus seniman senior Pemogan, I Nyoman Wisura Kusuma, BA, yang dinilainya berperan aktif membantu mencari jalan damai atas kasus perundungan dan ancaman diskriminasi yang menimpanya.

Mediasi terkait kasus ini sejatinya dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 20 Juli 2025, di kantor LPD Pemogan. Namun, WKS memutuskan tidak hadir karena alasan keamanan. Sejumlah awak media yang hadir berupaya memperoleh keterangan dari pihak Desa Adat, tetapi seluruh perangkat desa enggan memberikan pernyataan resmi.

“Besok temui saja di rumah Jro Bendesa di Panjer. Rapat biasanya berjalan sampai malam, sekitar pukul 23.00 WITA, karena agenda pembahasan cukup banyak, ” ujar seorang warga yang ditemui di lokasi.

WKS menegaskan ketidakhadirannya bukan karena sikap menolak otoritas adat, melainkan karena trauma atas perlakuan perundungan yang pernah dialaminya. Ia juga merasa kantor LPD belum sepenuhnya netral sebagai tempat paruman adat.

Hingga berita ini dirilis, Jro Bendesa belum dapat dimintai keterangan. Saat dikonfirmasi via WhatsApp, ia menyebut bahwa penanganan kasus ini sepenuhnya berada di bawah Kertha Desa.

“Silakan tanyakan langsung ke Kertha Desa. Saat ini semua proses ada di sana. Secara teknis, keputusan mereka akan dibawa ke Paruman Agung Desa Adat untuk ditetapkan secara resmi, ” tulisnya. Dalam pesan itu, Jro Bendesa turut menyebut I Nyoman Wisura Kusuma, BA, sebagai anggota Kertha Desa yang terlibat dalam penanganan kasus.

Wisura Kusuma dalam keterangannya menegaskan pentingnya menyelesaikan persoalan adat di ranah adat. Ia menilai absennya WKS dalam paruman disayangkan karena kantor LPD, menurutnya, merupakan tempat netral. Meski demikian, ia berkomitmen menjadi mediator yang menjaga proses tetap damai, tanpa melibatkan media massa atau media sosial.

Menurut Wisura, sejumlah warga Pemogan juga keberatan atas langkah WKS yang dinilai berpotensi merusak nama baik Desa Adat Pemogan, yang selama ini dikenal sebagai daerah kelahiran seniman-seniman besar Bali.

Meski demikian, WKS menyatakan tetap menghormati Wisura Kusuma dan percaya keterlibatan tokoh budaya itu dapat memberikan solusi adil.

“Saya sangat menghormati beliau sebagai budayawan besar Pemogan yang mengharumkan nama Bali hingga luar negeri. Kehadirannya saya yakini bisa memberi arahan bijak agar kasus ini tidak menimbulkan korban diskriminasi baru. Saya berharap penyelesaian ini bisa menjadi contoh yang baik bagi desa adat lainnya, ” kata WKS.

Mengenai langkah hukum, WKS mengaku belum memutuskan membawa kasus perundungan tersebut ke jalur pidana, meskipun memiliki bukti yang dinilainya cukup kuat.

“Saya bisa saja membuat laporan ke penegak hukum, tapi saya masih mempertimbangkan dampaknya bagi para pelaku dan keluarganya, ” ujarnya.

WKS juga menegaskan hak setiap warga, termasuk dirinya, untuk memperjuangkan keadilan setelah upaya penyelesaian di paruman dirasakannya menemui jalan buntu.

“Awalnya saya tidak pernah berniat membawa persoalan ini ke media. Namun, pada paruman pertama dan kedua, Jro Bendesa tidak hadir dan justru terjadi perundungan baik secara pribadi maupun massal. Pada pertemuan dalam forum enam mata bersama Kelian Adat dan Kelian Dinas, saya mendengar rencana diskriminasi melalui voting jika saya menolak menghaturkan banten guru piduka. Padahal, saya telah menyatakan kesediaan melakukannya setelah awig-awig diperbaiki. Situasi terasa buntu, dan sanksi yang diarahkan kepada saya tidak proporsional, ” ungkapnya.

WKS juga menanggapi pernyataan Jro Bendesa yang membantah adanya rencana diskriminasi dan desakan banten guru piduka, sekaligus menyangkal telah menerima surat permintaan maaf yang dibuatnya pada mediasi pertama.

“Di mediasi pertama di Jaba Pura Dalem, saya sudah membuat surat permintaan maaf kepada Jro Bendesa atas komentar saya di media sosial, dan saya tandatangani langsung. Namun, pada mediasi kedua dan rapat banjar, kembali ada desakan soal banten guru piduka. Saya juga meminta tembusan surat permintaan maaf dan notulen rapat kepada Kelian Banjar, tapi hingga kini tidak saya terima, ” tegasnya.

WKS turut menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Pemogan yang mungkin merasa keberatan kasus ini menjadi konsumsi publik. Ia berharap aparat banjar dan desa dapat bersikap terbuka sehingga Kertha Desa bisa mengambil keputusan secara objektif.

“Saya mohon maaf kepada masyarakat Pemogan jika langkah saya dianggap berlebihan. Saya tidak bermaksud mencoreng nama baik desa saya. Namun, setiap warga berhak memperjuangkan keadilan, termasuk saya, ” tegasnya.

Selain persoalan perundungan, WKS juga belum menentukan apakah akan melanjutkan laporan terkait dugaan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang ditemuinya ketika menjabat bendahara kegiatan ngaben massal.

“Saya masih mempertimbangkan untuk melanjutkan laporan terkait LPD. Jika proses hukum berjalan, audit menyeluruh oleh pemerintah daerah harus dilakukan. Jika ditemukan unsur pidana, pihak yang terlibat bisa dijerat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Pasal-pasalnya mencakup kerugian keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang yang dapat berujung pidana penjara dan denda. Ini bukan sekadar kerugian Desa Adat, tetapi juga berdampak pada nasabah LPD, ” pungkas WKS.

Ia menambahkan, persoalan LPD di Bali kini mendapat atensi dari Kepala Kejati Bali, Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H., sebagaimana dikutip dari unggahan media sosial pejabat tersebut.(Ich)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |