PAPUA - Ancaman terbaru dari kelompok separatis bersenjata yang mengatasnamakan diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) kembali menuai kecaman. Dalam pernyataan provokatifnya, kelompok tersebut menolak pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan sembilan daerah lain yang mereka klaim sebagai “zona perang”. Lebih ekstrem lagi, mereka mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri dan mengusir masyarakat non-Papua dari wilayah tersebut.
Pernyataan ini tidak hanya menyesatkan publik, tetapi juga bertentangan secara konstitusional dan melanggar prinsip hukum nasional maupun internasional. Rabu 23 Juli 2025.
Langkah TNI Berdasar Konstitusi dan Hukum Positif
Pembangunan pos militer TNI di wilayah rawan seperti Papua merupakan langkah konstitusional dan sah secara hukum, sebagaimana dijamin oleh:
UUD 1945 Pasal 30, yang menyebut TNI sebagai alat negara untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI.
UU RI No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya:
Pasal 7 ayat (2): Tugas TNI mencakup operasi militer selain perang (OMSP), termasuk menghadapi gerakan separatis bersenjata.
Pasal 9: Memberikan wewenang kepada TNI untuk membangun dan menggunakan sarana prasarana dalam rangka mendukung tugasnya.
Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat peran Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam merespons ancaman strategis nasional.
Mengamankan Wilayah, Melindungi Masyarakat Sipil
Pembangunan pos militer di wilayah strategis seperti Puncak Jaya bukan bentuk provokasi, melainkan:
Perlindungan terhadap masyarakat sipil dari kekerasan bersenjata;
Pengamanan terhadap jalannya pembangunan nasional di wilayah Papua;
Penegakan hukum dan kedaulatan negara terhadap gerakan separatis yang menebar teror.
Pendekatan TNI: Humanis, Inklusif, dan Berbasis Pembangunan
TNI tidak hadir sebagai kekuatan represif, melainkan mengemban misi kemanusiaan dan sosial, sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua. Pendekatan yang diterapkan meliputi:
Pengamanan pembangunan dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan;
Pendampingan sosial kepada pemerintah daerah;
Membangun komunikasi sosial dengan seluruh elemen masyarakat Papua.
TPNPB-OPM Langgar HAM dan Hukum Humaniter Internasional
Ancaman dan aksi kekerasan TPNPB-OPM terhadap warga sipil non-Papua, guru, tenaga medis, dan pekerja proyek infrastruktur tidak bisa dibenarkan dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme, berdasarkan:
UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme;
Pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional, khususnya prinsip:
Distinction (pembedaan antara kombatan dan sipil),
Proportionality, dan
Precaution dalam konflik bersenjata.
Kesimpulan: Kehadiran TNI Adalah Simbol Kehadiran Negara
TNI hadir di Papua bukan untuk menindas, melainkan untuk menjamin keamanan, menegakkan hukum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua.
Setiap langkah TNI didasarkan pada prinsip:
Legalitas: Berlandaskan hukum dan konstitusi,
Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan secara institusional,
Profesionalitas: Dijalankan secara disiplin dan proporsional, dengan menjunjung tinggi HAM dan hukum internasional.
"Tidak ada tempat bagi kekerasan bersenjata dan intimidasi terhadap warga sipil dalam negara hukum. NKRI harus hadir dan kuat di setiap jengkal wilayahnya termasuk Papua, " tegas salah satu pengamat pertahanan nasional.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA – Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono