YAHUKIMO - Aksi kekerasan bersenjata kembali mencoreng langit Papua. Kelompok separatis bersenjata yang mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XVI Yahukimo melakukan penembakan terhadap sebuah pesawat sipil yang hendak mendarat di Bandara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Selasa (5/8/2025) pagi.
Insiden tersebut memicu kepanikan hebat di dalam pesawat. Penumpang dan awak kabin yang hendak menuju daerah pegunungan tengah Papua demi kepentingan logistik, pelayanan kesehatan, dan aktivitas sipil lainnya, mendadak harus menghadapi ancaman nyata dari langit. Aksi ini tidak hanya mengganggu jadwal penerbangan, tetapi juga menebar ketakutan bagi masyarakat yang sangat bergantung pada transportasi udara di wilayah dengan akses darat terbatas.
Kecaman keras segera datang dari berbagai elemen masyarakat Yahukimo. Yonas Kobak, tokoh masyarakat dari Distrik Dekai, dengan tegas menyebut tindakan OPM sebagai perbuatan biadab dan pengecut.
“Pesawat itu bukan membawa tentara, tapi membawa logistik dan warga yang ingin berobat ke Wamena dan Jayapura. Ini jelas tindakan pengecut yang menyerang rakyat sendiri, ” ujar Yonas dengan nada geram, Rabu (6/8/2025).
Menurut Yonas, masyarakat pegunungan Papua seperti Yahukimo sangat mengandalkan penerbangan untuk mobilitas, pasokan pangan, obat-obatan, dan pelayanan dasar lainnya. Penembakan terhadap pesawat sipil, katanya, sama saja dengan menyerang kehidupan rakyat Papua sendiri.
“OPM bukan menyerang negara. Mereka menyerang kami, rakyat Papua, yang sudah cukup lama hidup dalam ketakutan, ” tambahnya.
Nada yang sama juga disuarakan oleh Kristian Magai, pemuda asal Yahukimo. Ia menyebut bahwa aksi brutal tersebut membuktikan bahwa OPM bukanlah pejuang, melainkan pelaku teror yang tak segan mengancam nyawa warga sipil.
“Apa yang mereka perjuangkan jika yang disasar adalah warga sipil, bukan aparat? Ini bukan perjuangan. Ini murni aksi teror yang merusak tatanan hidup masyarakat, ” tegas Kristian.
Lebih lanjut, Kristian menambahkan bahwa masyarakat Yahukimo kini mulai bangkit dari ketakutan dan tidak lagi tinggal diam. Menurutnya, penderitaan selama bertahun-tahun akibat kekerasan bersenjata telah membuka mata rakyat bahwa OPM tidak membawa harapan, melainkan kehancuran.
“Kami sudah cukup menderita. Sekarang kami ingin hidup damai, bekerja, menyekolahkan anak, membangun kampung. Kami tidak takut lagi, ” ungkapnya.
Aksi penembakan terhadap pesawat sipil di Yahukimo ini bukan hanya bentuk pelanggaran hukum dan HAM, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam setiap perjuangan.
Pihak keamanan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap insiden tersebut, namun di sisi lain, gelombang perlawanan moral dari warga sipil terus menguat. Tokoh adat, pemuda, dan tokoh agama di Yahukimo bersatu menyuarakan penolakan terhadap kekerasan dan mendesak dunia untuk melihat fakta bahwa masyarakat Papua tidak lagi menginginkan konflik bersenjata.
Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang tinggal beberapa hari lagi, kini menjadi simbol perlawanan baru: bukan melawan negara, tapi melawan rasa takut. Dan masyarakat Yahukimo telah memilih untuk berdiri di sisi damai.
(Apk/Red1922)