ENERGI – Isu kualitas udara di perkotaan, terutama yang berdekatan dengan pusat-pusat industri dan pembangkit listrik, semakin mendapat perhatian serius. Salah satu sumber emisi gas buang yang signifikan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara. Pembakaran batu bara menghasilkan berbagai polutan, termasuk sulfur dioksida (SO2), yang merupakan kontributor utama hujan asam dan masalah pernapasan. Untuk mengatasi tantangan ini, implementasi teknologi Flue Gas Desulfurization (FGD) atau desulfurisasi gas buang menjadi krusial.
Pentingnya Pengendalian Emisi SO2
Emisi SO2 dari PLTU memiliki dampak negatif yang luas, baik bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Di lingkungan, SO2 dapat bereaksi dengan uap air di atmosfer membentuk asam sulfat yang kemudian turun sebagai hujan asam, merusak ekosistem perairan, hutan, dan bangunan. Dari sisi kesehatan, paparan SO2 dapat memperburuk kondisi pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta menyebabkan iritasi mata dan tenggorokan.
Oleh karena itu, berbagai negara, termasuk Indonesia, menerapkan regulasi ketat mengenai batas emisi SO2 dari PLTU. Kepatuhan terhadap standar ini memerlukan adopsi teknologi pengendalian polusi yang efektif, salah satunya adalah FGD.
Mengenal Teknologi FGD
FGD adalah serangkaian proses yang dirancang untuk menghilangkan sulfur dioksida (SO2) dari gas buang (flue gas) hasil pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara, sebelum dilepaskan ke atmosfer. Teknologi ini telah menjadi standar global dalam upaya mengurangi dampak lingkungan dari operasi PLTU.
Tipe-tipe FGD
Secara umum, teknologi FGD dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan metode dan reagen yang digunakan. Masing-masing tipe memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri dalam hal efisiensi, biaya operasional, dan jenis limbah yang dihasilkan.
Wet Scrubbing | Gas buang dikontakkan dengan suspensi cair (slurry) reagen | Batu Kapur (Limestone), Kapur (Lime) | >90% |
Dry Scrubbing | Reagen kering atau semi-kering diinjeksikan ke aliran gas buang | Kapur Terhidrasi | 70-90% |
Semi-Dry Scrubbing (SDA) | Gas buang dikontakkan dengan partikel reagen yang sudah dibasahi atau diinjeksikan sebagai slurry halus | Kapur Terhidrasi | 80-95% |
Di antara berbagai tipe tersebut, Wet Scrubbing dengan reagen batu kapur (limestone) adalah yang paling umum digunakan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, karena efisiensinya yang tinggi dan biaya reagen yang relatif rendah.
Bagaimana Wet FGD Bekerja?
Proses Wet FGD melibatkan beberapa tahap utama, yang bertujuan untuk mereaksikan SO2 dalam gas buang dengan reagen alkali dalam bentuk slurry cair. Berikut adalah gambaran komponen utama dalam sistem Wet FGD:
Absorber Tower | Tempat kontak antara gas buang dan slurry reagen untuk menyerap SO2 |
Reagent Preparation System | Menyiapkan slurry reagen (misalnya, menghancurkan dan mencampur batu kapur dengan air) |
Slurry Recirculation Pumps | Memompa slurry dari tangki ke dalam absorber tower |
Mist Eliminator | Memisahkan tetesan cairan dari gas buang sebelum keluar cerobong |
Oxidation Air Fan | Menginjeksikan udara untuk mengoksidasi produk sampingan |
Wastewater Treatment | Mengolah air limbah proses sebelum dibuang |
Dewatering System | Memisahkan padatan (misalnya, gypsum) dari cairan |
Gas buang panas dari boiler PLTU masuk ke dalam absorber tower. Di dalam tower, gas buang disemprotkan dengan slurry reagen (misalnya, campuran air dan batu kapur). SO2 dalam gas bereaksi dengan kalsium karbonat (CaCO3) dari batu kapur membentuk kalsium sulfit (CaSO3). Dengan injeksi udara (oksidasi paksa), kalsium sulfit diubah menjadi kalsium sulfat (CaSO4), yang dikenal sebagai gypsum. Gas buang yang sudah kehilangan sebagian besar SO2 kemudian melewati mist eliminator untuk menghilangkan tetesan air sebelum akhirnya dibuang melalui cerobong.
Batu Kapur (Limestone) | CaCO3 | CaSO3 (Sulfit), CaSO4 (Gypsum) |
Kapur (Quicklime) | CaO | CaSO3 (Sulfit), CaSO4 (Gypsum) |
Kapur Terhidrasi (Slaked Lime) | Ca(OH)2 | CaSO3 (Sulfit), CaSO4 (Gypsum) |
Natrium Hidroksida (Soda Api) | NaOH | Na2SO3 (Sulfit Natrium) |
Abu Soda (Soda Ash) | Na2CO3 | Na2SO3 (Sulfit Natrium) |
Manfaat dan Dampak FGD
Implementasi teknologi FGD membawa sejumlah manfaat signifikan, terutama dalam perbaikan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar area PLTU.
Kualitas Udara | Penurunan drastis konsentrasi SO2 di udara ambien |
Hujan Asam | Mengurangi potensi pembentukan hujan asam |
Kesehatan Masyarakat | Menurunkan risiko penyakit pernapasan terkait paparan SO2 |
Produk Samping | Potensi menghasilkan gypsum sintetis yang dapat dimanfaatkan (misalnya, untuk bahan bangunan) |
Kepatuhan Regulasi | Memenuhi standar emisi yang ditetapkan pemerintah |
Wet Scrubbing | 90% - 99% |
Dry Scrubbing | 70% - 90% |
Semi-Dry Scrubbing (SDA) | 80% - 95% |
Tantangan dan Implementasi di Indonesia
Meskipun memiliki manfaat besar, penerapan FGD juga dihadapkan pada beberapa tantangan. Investasi awal (Capital Expenditure - CAPEX) untuk pembangunan sistem FGD cukup besar, demikian pula biaya operasional (Operational Expenditure - OPEX) yang meliputi konsumsi energi, pembelian reagen, dan penanganan limbah. Ketersediaan ruang yang memadai di lokasi PLTU serta pengelolaan produk sampingan (misalnya, gypsum atau limbah padat lainnya) juga memerlukan perhatian serius.
etry>
Biaya Investasi | Membutuhkan modal awal yang besar |
Biaya Operasional | Konsumsi energi, reagen, dan biaya pemeliharaan tinggi |
Ketersediaan Ruang | Membutuhkan area yang luas untuk instalasi |
Pengelolaan Limbah | Penanganan produk sampingan (gypsum/sludge) secara berkelanjutan |
Kompleksitas Operasi | Membutuhkan personel yang terlatih untuk operasional dan pemeliharaan |
Kualitas Batu Bara | Variasi kualitas batu bara dapat mempengaruhi efisiensi FGD |
Di Indonesia, komitmen untuk mengurangi emisi dari PLTU terus meningkat seiring dengan kesadaran akan pentingnya lingkungan dan kesehatan. Beberapa PLTU baru telah dibangun dengan dilengkapi teknologi FGD sejak awal. Sementara itu, PLTU yang lebih tua secara bertahap diwajibkan untuk melakukan retrofitting atau pemasangan FGD tambahan guna memenuhi standar emisi yang semakin ketat.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memperbarui regulasi terkait baku mutu emisi, mendorong industri energi untuk mengadopsi teknologi terbaik yang tersedia. Upaya ini merupakan bagian integral dari strategi nasional untuk mencapai target penurunan emisi dan meningkatkan kualitas udara demi masa depan yang lebih bersih dan sehat.
Jakarta, 19 Juni 2025
Dr. Ir. Hendri, ST., MT
CEO SolarBitSystems Technology