Skandal Akuisisi Kapal Karam: Eks Petinggi ASDP Didakwa Rugikan Negara Rp 1,25 T

6 hours ago 6

BIDIK KASUS - Jakarta diguncang berita dugaan korupsi yang melibatkan tiga mantan petinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Mereka didakwa merugikan negara hingga Rp 1, 25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) yang penuh kejanggalan. Yang lebih memprihatinkan, kapal-kapal yang dibeli dengan uang negara itu ternyata sudah tua dan bahkan ada yang karam!

Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7/2025). Para terdakwa adalah mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025, " ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa menduga Ira dkk bersekongkol dengan Adjie, yang disebut sebagai beneficial owner PT JN. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019. Namun, KSU itu kemudian berubah menjadi akuisisi saham PT JN. Jaksa menduga para terdakwa membuat keputusan direksi untuk mempermudah KSU dengan PT JN, termasuk menambahkan pengecualian persyaratan KSU dan melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal sebelum ada persetujuan dewan komisaris. Seolah-olah semuanya sudah diatur.

"Juga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan KSU dengan PT Jembatan Nusantara yang disusun VP, manajemen risiko, dan quality assurance (QA), " ujar jaksa.

Jaksa juga menyoroti bahwa para terdakwa diduga menyampaikan informasi yang berbeda kepada dewan komisaris PT ASDP dan Menteri BUMN terkait izin pelaksanaan KSU dengan PT JN. Selain itu, usia kapal milik PT JN juga tidak dipertimbangkan secara matang dalam menentukan opsi transaksi jual beli.

Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya dugaan pengondisian penilaian 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Hasil uji tuntas teknik (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) yang merekomendasikan untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT JN karena kondisinya tidak layak, juga diabaikan.

"Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi. Yaitu KMP Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku. Dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam, " ujar jaksa.

Para terdakwa juga diduga menunda docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN, dengan tujuan mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN. Sepertinya, mereka ingin lepas tangan dari tanggung jawab perbaikan.

Jaksa menambahkan, valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) juga diduga dikondisikan berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang. Mereka juga memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen, padahal KJPP SRR mengusulkan opsi DLOM 30 persen.

Menurut jaksa, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku beneficial owner PT JN sebesar Rp 1, 25 triliun. Kerugian negara ini terdiri dari nilai pembayaran akuisisi saham PT JN sebesar Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebesar Rp 380 miliar, serta nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1, 272 triliun.

"Perbuatan Terdakwa Ira Puspa Dewi, Terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, Terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT Jembatan Nusantara Group sebesar Rp 1.253.431.651.169, " ujar jaksa.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia BUMN. Bagaimana bisa uang negara dihambur-hamburkan untuk membeli aset yang tidak layak, bahkan karam? Semoga pengadilan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |