PAPUA - Ketegangan serius tengah melanda tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Hubungan antara Egianus Kogoya, pimpinan kelompok bersenjata di wilayah Nduga, dengan sejumlah kolega seperjuangannya semakin memburuk. Bahkan, muncul informasi bahwa Egianus kini menghadapi ancaman serangan dari internal organisasinya sendiri. Sabtu 12 Juli 2025.
Menurut Yonas Wanimbo, tokoh masyarakat Papua dari Wamena, konflik internal ini mencerminkan rapuhnya fondasi perjuangan OPM yang selama ini didominasi pendekatan kekerasan dan keputusan sepihak.
“Gerakan tanpa arah jelas dan hanya mengandalkan senjata pada akhirnya akan runtuh dari dalam. Egianus terlalu dominan dan tak mempertimbangkan dampaknya bagi anggota maupun warga sipil. Kini, ia bukan hanya dibenci masyarakat, tapi juga mulai ditolak oleh rekan seperjuangannya sendiri, ” ujar Yonas, Sabtu (12/7/2025).
Ketegangan ini diperparah oleh perbedaan pandangan antarkelompok dalam OPM, terutama menyangkut tindakan brutal Egianus yang kerap menyasar warga sipil. Beberapa tokoh separatis di wilayah lain dikabarkan kecewa dengan gaya kepemimpinan Egianus yang dianggap membabi buta dan mencoreng citra gerakan mereka.
Benny Dogopia, tokoh pemuda Papua, menilai konflik internal ini sebagai momentum penting bagi masyarakat untuk melihat realitas sebenarnya dari kelompok separatis bersenjata.
“Rakyat Papua sudah muak dengan kekerasan. Mereka ingin pendidikan, kesehatan, dan pembangunan. Egianus tidak mewakili rakyat dia hanya menciptakan ketakutan dan penderitaan, ” tegas Benny.
Laporan dari sejumlah wilayah menyebutkan bahwa beberapa kelompok dalam struktur OPM telah menggelar pertemuan untuk mengevaluasi dominasi Egianus. Salah satu skenario ekstrem yang mengemuka adalah upaya penyerangan terhadap basis kekuatan Egianus di wilayah Pegunungan Bintang atau Nduga, yang selama ini disebut sebagai sumber instabilitas.
Selain itu, muncul gelombang kecil pembelotan dari kalangan simpatisan dan anggota muda OPM yang mulai kecewa dengan arah gerakan. Beberapa di antaranya bahkan dilaporkan mulai menjalin komunikasi dengan tokoh adat dan pemerintah daerah untuk kembali ke pangkuan masyarakat dan menjalani kehidupan normal. (Red1922)