Di tengah denyut kecil kota Barru, Taman Colliq Pujie berdiri sebagai saksi bahwa perubahan tak pernah terjadi seketika. Ia dibentuk oleh waktu, disentuh oleh niat baik, dan dirawat oleh banyak tangan yang percaya bahwa ruang publik adalah wajah peradaban.
Apa yang kini terlihat—lampu-lampu yang menyala lembut di malam hari, anak-anak yang berlarian di taman, hingga warga yang duduk santai mencicipi kuliner lokal—adalah hasil dari estafet kepemimpinan yang berjalan tanpa saling meniadakan.
Pembenahan taman ini bukan lembaran baru yang memutus lembar lama, tapi kelanjutan dari upaya pemimpin-pemimpin sebelumnya yang pernah menggagas, menyentuh, dan merintis ruang-ruang publik di Barru.
Kini, di tangan Bupati Andi Ina Kartika Sari dan Wakil Bupati Abustan, Colliq Pujie disempurnakan: lampu-lampu ditambah, fasilitas diperbaiki, dan setiap Minggu dihidupkan lewat program Car Free Day. Sebuah ajakan terbuka bagi masyarakat untuk hadir, berolahraga, dan menikmati wajah kota yang terus membaik.
“Pemerintah sebelumnya sudah meletakkan dasar-dasar penataan kota. Kami hanya melanjutkan, merawat, dan menyempurnakan. Sebab kota ini milik kita semua, bukan satu masa kepemimpinan, ” ujar Andi Ina, mantan Ketua DPRD Sulsel yang kini menjadi perempuan pertama memimpin Barru.
Taman ini kini bukan sekadar tempat singgah, tapi simbol keterbukaan. Bagi warga lokal, maupun bagi mereka yang melintasi Barru dari daerah lain—terutama dari Toraja atau Makassar. Di alun-alun ini, pengunjung bisa duduk santai, menghirup udara segar, dan mencicipi kuliner lokal—tanpa harus membayar parkir atau tiket masuk.
Dalam heningnya pohon-pohon hutan kota yang menaungi taman, kita tahu: sebuah ruang tak pernah tumbuh sendiri. Ia dibentuk oleh niat baik yang terus bersambung.
Dan Barru, dari taman kecil ini, sedang menyusun cahaya yang diwariskan. Dari satu pemimpin ke pemimpin lain. Dari satu upaya ke upaya berikutnya. Untuk satu tujuan bersama: agar masyarakatnya merasa tinggal di kota yang peduli.