Polemik Pengelolaan Parkir di Pasar Tradisional Kota Semarang, Dikhawatirkan Picu Konflik

6 hours ago 4

SEMARANG - Polemik pengelolaan parkir di pasar-pasar tradisional Kota Semarang kembali mencuat dan menjadi perhatian publik. Sejumlah pengelola parkir lama mengeluhkan pergeseran pengelolaan yang dinilai tidak transparan dan berpotensi menimbulkan konflik di lapangan.

Mantan Plt Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Semarang, Bambang Pramusinto, menjelaskan bahwa saat dirinya masih menjabat, telah dibentuk Tim Seleksi Parkir melalui Surat Keputusan Sekretaris Daerah (SK Sekda). Tim tersebut bertugas mengakomodir para pemohon titik parkir yang jumlahnya terus meningkat.

"Saat saya di Disdag terakhir, saya buatkan Tim Seleksi Parkir dengan SK Sekda. Isinya ada Inspektorat, Bagian Hukum, Dishub, dan Disdag. Jadi saya sudah siapkan mekanismenya, bukan saya yang memilih langsung, " jelas Bambang saat dikonfirmasi, Minggu (8/6/2025).

Namun di lapangan, sejumlah pengelola lama mengaku didepak secara sepihak. Mereka menyebut sejumlah titik parkir kini dikelola oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) melalui badan usaha Commanditaire Vennootschap (CV). Dari total sekitar 48 titik parkir di pasar tradisional, 19 di antaranya dikabarkan telah berpindah pengelola sejak awal Juni 2025.

"Dasar hukum pengelolaan parkir diatur dalam Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 29 Tahun 2017 tentang Penataan dan Pengelolaan Pasar Tradisional. Dalam Pasal 22 ayat (3), dinyatakan bahwa dinas dapat menyerahkan pengelolaan kepada pihak ketiga melalui perjanjian kerja sama, bukan lelang. Tapi kenyataannya sekarang justru disebut lelang, padahal tidak jelas dasar hukumnya, " ungkap salah satu pengelola lama yang enggan disebutkan namanya.

Lebih dari itu, para pengelola juga mempertanyakan transparansi keuangan. Sebelumnya, mereka menyetor antara Rp1, 5 juta hingga Rp2, 5 juta per bulan ke Dinas Perhubungan (Dishub) Semarang. Namun kini, setoran dilakukan harian kepada oknum yang mengaku dari ormas, dengan nominal antara Rp400 ribu hingga Rp700 ribu per hari tanpa bukti tanda terima resmi.

"Kondisi ini sangat rawan memicu konflik antar pengelola, apalagi sebagian besar dari kami sudah bertahun-tahun mengelola titik parkir tersebut secara legal dan tertib, " tambahnya.

Situasi ini dikhawatirkan akan mengganggu ketertiban umum (kamtibmas) apabila tidak segera ditangani oleh Pemerintah Kota Semarang secara bijak dan terbuka.

Hingga berita ini dipublikasikan, redaksi masih berupaya mengonfirmasi pihak - pihak terkait pengelolaan parkir untuk memperoleh informasi lebih lanjut serta klarifikasi resmi. (Tim/Red)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |