Melawan Hoaks, Merawat Damai: Suara Tokoh Papua untuk Menangkal Propaganda OPM

7 hours ago 6

PAPUA - Di tengah tenangnya lembah dan hijaunya pegunungan Papua, perang baru tengah berlangsung bukan dengan senjata, melainkan melalui informasi palsu yang menyusup ke ruang-ruang digital dan menggoyahkan ketenangan masyarakat. Minggu 8 Juni 2025.

Sejumlah tokoh agama, adat, dan pemuda Papua kini bersatu menyuarakan hal yang sama: Waspada terhadap hoaks dan provokasi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang belakangan makin masif menyebarkan kabar menyesatkan di tengah masyarakat.

“Hoaks Adalah Racun Damai”

Pendeta Yulianus Tebai, tokoh agama dari Pegunungan Tengah, mengingatkan masyarakat untuk tidak menelan mentah-mentah informasi yang beredar, apalagi jika itu berasal dari sumber yang tidak jelas.

“Sebagai umat beriman, kita diajarkan untuk menyaring setiap informasi. Jangan mudah percaya, apalagi kalau informasinya mengarah pada kebencian dan perpecahan. Hoaks itu racun, yang bisa merusak damai yang selama ini kita jaga bersama, ” ujarnya tegas, Minggu (8/6/2025).

Menurutnya, OPM memanfaatkan ketidaktahuan sebagian warga untuk menyebarkan narasi yang menyesatkan. Tujuannya jelas: menciptakan ketakutan dan mengacaukan kehidupan sosial masyarakat Papua.

“OPM Sudah Kehilangan Arah Perjuangan”

Tokoh masyarakat asal Wamena, Bapak Silas Murib, menyatakan bahwa masyarakat Papua kini semakin cerdas dalam memilah informasi. Ia menyebut bahwa OPM tidak lagi berpijak pada kepentingan rakyat, melainkan hanya menyuarakan kekacauan demi agenda kelompoknya sendiri.

“OPM bukan lagi pejuang aspirasi. Mereka hanya menebar ancaman dan kebohongan. Masyarakat harus bersatu menjaga Tanah Papua dari pengaruh destruktif ini, ” tegasnya.

Silas menambahkan bahwa hoaks sering digunakan untuk menutupi kegagalan OPM dalam memberikan solusi nyata bagi rakyat. “Alih-alih membawa harapan, mereka malah membawa ketakutan, ” tambahnya.

“Pemuda Papua Harus Jadi Tembok Terakhir Hoaks”

Di sisi lain, tokoh pemuda dari Kabupaten Yahukimo, Markus Narek, mengajak generasi muda Papua untuk tidak hanya menjadi pengguna media sosial, tapi juga penjaga informasi yang bertanggung jawab.

“Anak-anak muda jangan jadi penyebar hoaks. Kita harus jadi penyebar kebenaran dan damai. Tugas kita menjaga masa depan Papua dari pengaruh buruk yang hanya membawa kehancuran, ” kata Markus dengan semangat.

Ia menekankan bahwa hoaks adalah senjata tanpa peluru yang dampaknya bisa lebih membahayakan daripada senjata api, karena menyerang pikiran dan hati masyarakat.

Masyarakat Bergerak: Dari Diam ke Tanggap

Merespons hal ini, aparat keamanan dan pemerintah daerah turut meningkatkan koordinasi dengan tokoh adat, agama, dan pemuda dalam rangka memperkuat literasi digital masyarakat. Warga juga diajak untuk aktif melaporkan konten mencurigakan dan tidak membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya.

Kesimpulan: Papua Butuh Kebenaran, Bukan Kebohongan

Papua adalah tanah damai yang tidak boleh dikotori oleh kabar bohong dan kebencian. Di tengah dinamika politik dan keamanan, kesadaran masyarakat untuk menjadi penjaga informasi yang benar menjadi benteng terakhir melawan propaganda separatisme.

“Melawan hoaks bukan hanya tugas pemerintah. Ini tugas kita semua dari gereja, honai, hingga ruang digital. Karena damai adalah hak setiap orang Papua, ” pungkas Pendeta Yulianus.

Authentication:

Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |