MESUJI– Pemerintah Pusat telah mencairkan program penebalan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk periode Juni 2025. Namun ironisnya, Dinas Sosial Kabupaten Mesuji justru mengaku tidak mengetahui adanya bantuan tambahan tersebut.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Kepala Bidang Fakir Miskin, Dinas Sosial Mesuji, Fitri, yang menyatakan bahwa hingga hari ini pihaknya belum menerima pemberitahuan resmi maupun data tambahan penerima dari pemerintah pusat atau provinsi.
“Kami tidak tahu-menahu soal program penebalan BPNT ini. Tidak ada koordinasi ataupun surat masuk terkait data penerima tambahan, ” ujar Fitri saat dihubungi di nomer Whatsapnya, Sabtu (15/6).
Sebagaimana diberitakan oleh Detikcom, penebalan BPNT mulai cair pada Juni 2025 dengan besaran Rp400.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Program ini merupakan tambahan dari BPNT reguler, sebagai bagian dari perlindungan sosial menghadapi gejolak harga bahan pokok.
Namun, di Mesuji, program ini justru seperti “tak bertuan”. Tidak ada kejelasan data, tidak ada sosialisasi, dan yang paling mengkhawatirkan—warga yang berhak menerima pun tak tahu mereka seharusnya mendapatkannya.
Ketidaktahuan ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang menyebabkan tidak terserapnya bantuan tersebut di Mesuji? Dugaan kuat mengarah pada masalah basis data, baik dari segi validitas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun minimnya koordinasi antar tingkat pemerintahan.
Pengamat kebijakan sosial, Rika Setiawan, menyebutkan bahwa lemahnya komunikasi vertikal antar lembaga kerap membuat program nasional seperti ini tak efektif di daerah.
“Bansos itu soal data. Kalau data tidak update, atau tak sinkron antara pusat dan daerah, maka hasilnya ya seperti ini: uang negara siap digelontorkan, tapi rakyat yang butuh malah tak kebagian, ” kata Rika.
Pemerintah Kabupaten Mesuji didesak segera melakukan evaluasi terhadap sistem pendataan sosial serta memperkuat komunikasi dengan pemerintah pusat. Harapan besar tetap ada, agar bantuan sosial seperti BPNT penebalan ini bisa benar-benar menyentuh mereka yang membutuhkan.
Warga berharap, jangan sampai hak mereka hilang hanya karena data yang mandek atau kelalaian komunikasi birokrasi. [Tim Lampung 007 Lampung]