Terduga Fidusia Asal Lombok Utara Tetap Ditahan, Eva Lestari: Ini Bentuk Kriminalisasi

3 hours ago 5

Mataram NTB — Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram diminta menghentikan penuntutan terhadap inisial M, seorang warga Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara yang diduga melakukan penggelapan fidusia.

Saat ini sudah ditahan di Lapas Kuripan, Lombok Barat setelah dilimpahkan dari Polres Lombok Utara ke Kejari Mataram. 

Kuasa Hukum M, Eva Lestari, SH mengungkapkan, pelaku utama berinisial S sudah ada pengakuan tertulis yang menyatakan bahwa M tidak terlibat dan hanya dipinjam namanya, namun Kejaksaan tetap melanjutkan penuntutan terhadap inisial M. 

Ironisnya, dalam surat pernyataan tersebut, S tidak hanya mengakui perbuatannya, tetapi juga meminta maaf kepada keluarga M dan menyatakan kesediaannya mengganti kerugian sebesar Rp 50 juta karena telah menyebabkan M ditahan dan menderita akibat perbuatannya. S juga menyatakan akan menyelesaikan seluruh urusan kendaraan yang dijadikan jaminan pembiayaan.

“Apalagi yang kurang? Pelaku sudah mengakui, bahkan meminta maaf secara terbuka dan menyatakan akan mengganti kerugian. Tapi korban justru yang di penjara. Ini bukan sekadar kelalaian, ini adalah bentuk kriminalisasi, ” ungkapnya Eva Lestari, S.H., kuasa hukum M, Selasa (1/7/2025).

Eva menjelaskan bahwa kliennya tidak pernah melihat, menguasai, atau mengetahui kendaraan yang dijadikan jaminan pinjaman. Nama M hanya digunakan oleh B dan S untuk mengajukan pembiayaan tanpa persetujuannya.

“Kami sudah menyerahkan bukti surat pernyataan S ke penyidik dan kejaksaan. Kami juga sudah bersurat secara resmi meminta penuntutan dihentikan. Tapi hingga kini, Kejaksaan masih menutup mata dan tetap menyeret korban ke persidangan, ” terangnya.

Tim hukum menilai bahwa Kejaksaan seharusnya menggunakan kewenangan penghentian penuntutan berdasarkan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, karena jelas perbuatan tidak dilakukan oleh M dan tidak ada unsur kesengajaan darinya.

Eva juga mempertanyakan minimnya transparansi proses hukum oleh penyidik Polres Lombok Utara, termasuk saat kuasa hukum tidak diberi akses terhadap informasi penting seperti status P-21 dan nama jaksa peneliti.

Kasus ini menjadi preseden buruk bila tetap dilanjutkan. Ketika pelaku mengaku dan korban tetap dihukum, maka sistem hukum tidak lagi berpihak pada keadilan.

“Kami meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Kejati NTB, dan Kejari setempat untuk segera menghentikan perkara ini. Jangan sampai hukum dijadikan alat untuk menghukum orang yang justru menjadi korban, ” tegasnya. 

Eva selaku Kuasa hukum M telah mengajukan permohonan resmi surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) kepada Kejaksaan, dan akan menyurati Jaksa Agung Muda Pidum di Jakarta serta Kejaksaan Tinggi NTB sebagai bentuk upaya mendapatkan keadilan.

"Kami sudah mengajukan permohonan resmi SKPP kepada Kejaksaan, " tutupnya. (Adb) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |