Pena Pena yang Tak Diundang dalam Sandiwara

1 day ago 9

Bukittinggi – Di antara keramaian tepuk tangan, sorotan kamera, dan pidato yang disusun rapi, ada kami. Tak tampak di undangan, tak disebut dalam sambutan, bahkan tak diingat dalam dokumentasi resmi. Tapi kami ada. Kami mencatat. Kami menyaksikan.

Kami adalah mereka yang dulu diberi ruang, kini didorong keluar. Pena kami dianggap tak penting, suara kami tak lagi dicari. Namun, pena-pena ini belum patah. Kami tidak mati—hanya dibuang dari panggung yang mulai penuh kepalsuan.

Kami tahu bagaimana rasanya pura-pura kuat. Kami tahu bagaimana menyembunyikan lapar sambil menulis berita. Sementara itu, mereka yang punya kekuasaan dan fasilitas tertawa di balik organisasi, menyusun narasi yang mereka anggap paling layak tayang.

Yang menyakitkan bukan hanya diabaikan—tapi disadari pula bahwa ada yang secara sengaja menjadi dalang adu domba, memecah kami sesama penyaksi kebenaran. Mereka bukan hanya bermain dalam peran, mereka menulis skenario busuk, memanfaatkan celah untuk melemahkan, mengadu, lalu menyudutkan. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Dan mereka melakukannya dengan sadar.

Kami juga mengenal mereka yang berpura-pura tenang, memainkan peran damai, padahal menjadi penggerak konflik sunyi. Di depan kamera tersenyum, di balik layar memutar arah cerita agar menguntungkan kelompoknya.

Sandiwara ini berlangsung rapi. Tak ada rasa iba. Tak ada ruang saling menguatkan. Kepedulian telah digadaikan demi posisi. Mereka lupa, panggung ini sementara. Dan naskah hidup tak selalu ditulis oleh tangan mereka.

Kami memang tak disorot. Tapi kami melihat semuanya. Kami masih menyimpan cerita-cerita yang tak dimuat. Kami tahu bahwa kebenaran tak selamanya bisa dikubur.

Tuhan itu adil. Waktu akan bekerja. Karma punya cara sendiri. Mereka yang kini meninggikan diri di atas penderitaan orang lain, suatu saat akan merasakannya. Dan kami—yang disingkirkan, yang dilupakan—akan berdiri dengan kepala tegak.

Karena pena kami belum kering. Dan meski dibuang, kami tetap menulis.

Oleh: Segelintir Penyaksi dari Balik Panggung

Read Entire Article
Karya | Politics | | |