OPM Berlindung di Balik Rakyat: Ketakutan yang Menyamar Jadi Perjuangan

6 hours ago 6

JAYAPURA - Kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menuai kecaman. Bukannya menunjukkan keberanian di medan konflik, OPM justru memilih bersembunyi di balik tubuh masyarakat sipil, menjadikan mereka tameng hidup dalam menghadapi aparat keamanan (Apkam). Aksi pengecut ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat Papua. Sabtu 21 Juni 2025.

Ketua Lembaga Adat Papua wilayah Mee Pago, Antonius Wonda, mengecam keras taktik tak berperikemanusiaan tersebut. “Ini bukan perjuangan. Ini bentuk kepengecutan! Kalau berani, hadapi sendiri aparat, jangan jadikan rakyat sebagai tameng, ” tegasnya dalam pernyataan Sabtu (21/6/2025). Ia menyebut tindakan OPM sebagai ancaman serius terhadap keselamatan dan martabat masyarakat adat.

Kekhawatiran yang sama disampaikan Pendeta Arnoldus Yikwa, tokoh agama dari Kabupaten Puncak Jaya. Ia mengungkap bahwa banyak jemaatnya kini hidup dalam ketakutan dan memilih meninggalkan kampung halaman.

“Kami menerima banyak laporan soal warga yang trauma. Mereka takut pulang karena khawatir dijadikan perisai hidup oleh kelompok bersenjata, ” ungkapnya.

Sementara itu, Daniel Kogoya, tokoh pemuda Papua, menilai bahwa taktik OPM tersebut membuktikan bahwa mereka telah kehilangan arah dan legitimasi moral di mata masyarakat.

“Rakyat Papua tidak lagi percaya pada mereka. Ini bukan lagi soal perjuangan, tapi soal rasa takut yang dibungkus dengan senjata, ” ujarnya.

Laporan dari aparat keamanan menyebut bahwa dalam beberapa operasi pengejaran, kelompok OPM sengaja membaur dan memaksa warga sipil untuk berjalan bersama mereka agar tidak menjadi target tembakan. Strategi ini jelas melanggar hukum humaniter internasional, yang melarang penggunaan warga sipil sebagai pelindung dalam konflik bersenjata.

Pakar hukum dan aktivis HAM menilai bahwa tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang, serta menjadi bukti semakin rapuhnya struktur perlawanan OPM yang kini lebih mengandalkan teror ketimbang ideologi.

Kini, suara rakyat Papua semakin lantang: mereka ingin hidup damai, tanpa ketakutan, dan tanpa diperalat oleh kelompok yang menyalahgunakan nama perjuangan untuk menyebar ketakutan.

“Cukup sudah! Rakyat Papua bukan perisai, bukan korban. Kami manusia, bukan alat perang, ” tutup Antonius Wonda dengan nada penuh harap.

(Red)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |