PANGKEP SULSEL - Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD) Jurnalis Nasional Indonesia ( JNI ) Cabang Kabupaten Pangkep Herman Djide saat diajak diskusi warkop di Warkop Surya Ruko Palampang Pangkajene Senin (9/6/2025) menjelaskan bahwa saatnya kita terus berpikir agar potensi lokal dapat menjadi ladang emas dengan cara memanfaatkan secara maksimal potensi lokal termasuk sungai kecil dan rawa rawa.
Menurut Pimpinan Redaksi Media Indonesia Satu yang di juluki Media seribu portal ini mengatakan bahwa sungai kecil dan rawa-rawa kini dianggap lahan mati atau sarang nyamuk kini harus berbuat untuk menjadikan destinasi wisata yang ramai dikunjungi. Kreatifitas warga dan dukungan komunitas, kawasan tersebut bisa menjelma menjadi "ladang emas" yang tidak hanya menghasilkan uang, tetapi juga menyatukan alam dan manusia dalam harmoni.
Transformasi ini bisa sukses, bermula dari kesadaran bahwa keindahan alam tak harus selalu berbentuk gunung atau pantai. Dengan pendekatan ekowisata, sungai kecil yang mengalir tenang dan rawa-rawa yang penuh kehidupan kini menjadi daya tarik utama. Pengunjung datang bukan untuk hiburan mewah, tetapi untuk menikmati ketenangan dan keaslian alam.
"Gasebo-gasebo berarsitektur bambu dan kayu tersebar di beberapa titik strategis. Bangunan ini tidak hanya menjadi tempat berteduh, tetapi juga simbol kearifan lokal dalam mengelola alam. Dari sini, pengunjung bisa menikmati pemandangan hijau, suara gemericik air, dan udara segar yang jarang ditemukan di kota" ujar Herman.
Di tepi sungai, dibuat jalur pemancingan lengkap dengan papan kayu dan bangku santai. Aktivitas memancing menjadi kegiatan favorit, tidak hanya untuk orang dewasa tapi juga keluarga yang membawa anak-anak. Selain itu, warga menyediakan jasa penyewaan alat pancing dan umpan alami.
Lanjut Herman Djide bahwa salah satu sudut area, kita manfaatkan sebagai kebun edukatif. Di lahan yang dulunya becek dan tidak produktif, kini tumbuh beragam tanaman seperti sayuran organik, tanaman obat, dan bunga-bungaan. Kebun ini menjadi daya tarik bagi pengunjung yang ingin belajar urban farming dan pertanian berkelanjutan.
Tidak hanya itu, dibangun pula tempat pertemuan terbuka yang multifungsi. Terbuat dari kayu dan beratap ijuk, tempat ini bisa digunakan untuk seminar kecil, pertemuan komunitas, atau bahkan acara keluarga seperti syukuran dan pernikahan sederhana bernuansa alam.
Rawa-rawa yang dulu dianggap sarang nyamuk kini berubah menjadi habitat alami yang dilindungi. Pengelola kawasan menciptakan jalur susur rawa menggunakan papan kayu, lengkap dengan papan informasi edukatif tentang flora dan fauna rawa. Burung air, capung, dan tumbuhan air kini menjadi bagian dari atraksi wisata ekologi ini.
Di sekeliling kawasan, dibangun perkampungan kecil berbasis homestay. Rumah-rumah panggung dengan desain tradisional menyambut tamu yang ingin bermalam dan merasakan kehidupan desa. Masyarakat lokal mendapat penghasilan tambahan dari penginapan, kuliner, dan jasa pemandu wisata.
Menurut Herman Djide bahwa transformasi ini tidak terjadi dalam semalam. Butuh perencanaan matang, pelatihan masyarakat, dan kemitraan dengan pemerintah serta lembaga swasta. Namun hasilnya membuktikan bahwa ketika masyarakat diberdayakan, alam pun bisa menjadi sumber kesejahteraan bersama.
Kawasan ini juga tentu dapat menerapkan prinsip wisata berkelanjutan. Sampah dikelola dengan baik, air limbah dialirkan ke kolam biofiltrasi, dan pengunjung didorong untuk membawa botol minum sendiri. Setiap pengunjung diberi edukasi singkat tentang menjaga lingkungan sejak memasuki area wisata.
Bila hal ini di terapkan tentu qnak-anak sekolah dapat diajak untuk berkunjung dan mengikuti paket wisata edukatif. Mereka belajar cara bertani, mengenali jenis-jenis ikan, serta pentingnya menjaga ekosistem sungai dan rawa. Generasi muda pun diajak menjadi bagian dari solusi lingkungan.
"Kini, sungai kecil dan rawa-rawa itu bukan lagi tempat yang dihindari, melainkan dirindukan. Wisatawan dari luar daerah pun mulai berdatangan, menginap, dan membagikan pengalaman mereka di media sosial. Popularitas kawasan ini terus meningkat tanpa mengorbankan kelestarian alamnya" ujarnya
Kisah sukses ini nantinya akan menjadi inspirasi bagi daerah lain. Bahwa tidak ada lahan yang benar-benar tak berguna. Dengan visi, kerja sama, dan cinta pada alam, bahkan rawa-rawa sekalipun bisa menjadi emas—ladang emas yang menyejahterakan dan mencerdaskan.( Niar)