Press Release (DPW GN-PK SULTRA), Sabtu (28/06/2025).
BAUBAU - Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan hadir sebagai bentuk penyempurnaan sistem pemasyarakatan Indonesia yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1995. Tujuannya tidak lain untuk memperkuat prinsip reintegrasi sosial, keadilan restoratif, serta menjamin perlindungan hak asasi setiap warga binaan pemasyarakatan (WBP), tahanan, maupun anak yang berhadapan dengan hukum.
Namun, semangat UU ini tercoreng oleh insiden memalukan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Beberapa hari terakhir, publik disuguhkan dengan berita viral baik di media sosial maupun media televisi nasional, terkait aksi protes besar-besaran para warga binaan terhadap Kepala Lapas dan sejumlah petugas.
Menurut informasi dan bukti chatingan yang diterima oleh Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Sulawesi Tenggara, terungkap adanya dugaan tindakan kekerasan, penyiksaan, hingga pelecehan verbal yang dilakukan oleh Kepala Lapas terhadap warga binaan. Bahkan, dalam salah satu pernyataan yang diduga berasal dari Ka. Lapas, terdapat kalimat ancaman yang mencengangkan:
“Saya ini di Lapas Makassar pernah bunuh napi 2 orang, terus puluhan lainnya luka-luka... saya kasih cacat 50 orang lebih... jangan macam-macam dengan saya.”
Ini bukan hanya pelanggaran etika profesi, tapi juga indikasi kuat penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, dan pelanggaran hukum pidana. Sangat ironis, di tengah upaya reformasi pemasyarakatan yang mengedepankan pendekatan humanis, justru muncul praktik yang bertolak belakang: penyiksaan, kekerasan verbal, hingga merendahkan martabat manusia dengan menyebut napi sebagai “anjing” dan “binatang”.
GNPK Sultra dengan tegas menyatakan sikap:
Mendesak Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia melalui Dirjen Pemasyarakatan (IMIPAS) untuk segera membentuk Tim Investigasi Independen guna menyelidiki dugaan kekerasan di Lapas Klas IIA Baubau.
Meminta pencopotan Kepala Lapas, Kepala Pengamanan Lapas (KPLP), dan Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban (Kasi Kamtib) karena diduga gagal menjalankan amanah UU Pemasyarakatan dan menciptakan iklim penindasan di dalam lapas.
Menuntut adanya pendampingan dari Komnas HAM, Ombudsman RI, dan LPSK untuk memastikan tidak terjadi tindakan balasan atau penghilangan jejak atas dugaan kekerasan tersebut.
Mendorong transparansi hasil investigasi kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas lembaga negara.
Solusi Jangka Panjang yang Harus Diambil Yakni, Revitalisasi mentalitas petugas Lapas melalui pelatihan rutin berbasis hak asasi manusia.
Pemasangan sistem CCTV dan pelaporan digital di blok tahanan yang bisa diakses oleh pengawas eksternal.
Melibatkan LSM, organisasi HAM, dan media independen dalam pemantauan lapas secara berkala.
Penutup:
Kekuasaan tanpa kontrol adalah jalan menuju kesewenang-wenangan. Jika benar terbukti, maka peristiwa di Lapas Baubau bukan hanya aib kelembagaan, tetapi luka serius dalam wajah penegakan hukum dan keadilan di negeri ini.