BATANG - Sebuah perusahaan kaca asing di Kabupaten Batang, PT KCC Glass Indonesia, tengah menghadapi gugatan perdata senilai miliaran rupiah dari mitra lokalnya, CV New Kuda Mas. Gugatan tersebut dilayangkan karena dugaan wanprestasi atau ingkar janji kerja sama usaha, yang diduga berpotensi mengarah pada manipulasi pajak perusahaan.
Perkara ini telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Batang dengan nomor 26/Pdt.G/2025/PNBtg. Sidang perdana dijadwalkan pada Rabu (18/6/2025), namun ditunda karena pihak penggugat dinyatakan tidak hadir saat sidang dimulai. Majelis hakim menjadwalkan ulang sidang pada Rabu (2/7/2025), dengan peringatan bahwa ketidakhadiran kembali dari pihak penggugat maka gugatan digugurkan.
Kuasa hukum penggugat dari Kantor Hukum Nanang Nasir dan Partner menyayangkan penundaan tersebut. Mereka mengklaim telah hadir sebelum pukul 12.00 WIB dan menilai majelis hakim terlalu tergesa dalam mengambil keputusan.
Awal Mula Persoalan;
Dalam dokumen gugatan, pihak tergugat adalah PT KCC Glass Indonesia, beralamat di Kawasan Industri Terpadu Batang, sedangkan turut tergugat adalah Kementerian Investasi/BKPM.
Menurut Nanang Nasir, SHI, MH, selaku kuasa hukum penggugat, kerja sama awalnya dimulai ketika CV New Kuda Mas dipilih untuk mengelola dan membuang limbah domestik milik PT KCC Glass Indonesia. Kesepakatan kemitraan usaha pun ditandatangani pada 8 Mei 2023, bahkan disahkan di kantor Kementerian Investasi di Jakarta.
Namun, dalam perjalanannya, perusahaan asing tersebut disebut tidak menjalankan kesepakatan. Berbagai upaya mediasi, surat resmi, hingga somasi tiga kali tidak digubris oleh pihak tergugat.
"Yang mengecewakan, pekerjaan yang seharusnya diberikan kepada klien kami justru diduga dikerjakan oleh pihak lain, " kata Nanang.
Kerugian Fantastis dan Potensi Pelanggaran Pajak
CV New Kuda Mas mengklaim telah mengalami kerugian hingga Rp 5, 46 miliar akibat pembelian peralatan kerja, biaya operasional, dan penggajian tenaga kerja dalam rangka memenuhi permintaan awal dari pihak tergugat.
Tak hanya kerugian materiil, Nanang juga menyoroti potensi pelanggaran pidana. Ia menduga, kerja sama kemitraan yang tidak dijalankan bisa berujung pada manipulasi pajak oleh perusahaan asing tersebut.
"Kalau kemitraan usaha ini tidak dilaksanakan, maka ada potensi manipulasi pajak hingga Rp 47 miliar. Ini bukan hanya soal wanprestasi, tapi bisa menjadi persoalan pidana, " tegasnya.
Sumber: Absa
Editor: JIS Agung