KOTA KEDIRI - Sidang kasus dugaan korupsi di tubuh KONI Kota Kediri kembali digelar dengan menghadirkan terdakwa Arif Wibowo. Dalam persidangan perkara nomor 90/Pid.Sus-TPK/2025/PN.SBY, tim penasihat hukum Arif Wibowo melayangkan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi tersebut menyoroti sejumlah kejanggalan mendasar dalam dakwaan yang dinilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, sebagaimana disyaratkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Akibatnya, tim penasihat hukum meminta agar dakwaan dinyatakan batal demi hukum, baik pada dakwaan primair maupun subsidair.
Setidaknya ada tujuh alasan utama yang diungkapkan tim penasihat hukum, yang terdiri dari Eko Budiono SH, MH., Zakiyah Rahmah SH., dan Diah Putri Agustina SH., yakni:
1.Dakwaan JPU tidak menyebutkan dengan tegas kapan dan di mana tindak pidana itu terjadi. Bahkan uraian pada dakwaan primair dan subsidair terkesan hanya salin-tempel, padahal pasal yang digunakan berbeda.
2.JPU hanya menjelaskan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bendahara KONI, tanpa menyentuh peran Ketua dan Wakil Bendahara. Padahal, Arif Wibowo yang menjabat sebagai wakil bendahara hanya menjalankan instruksi dari ketua dan bendahara.
3.JPU menyebutkan kerugian negara sebesar Rp2, 4 miliar, di mana Arif Wibowo disebut bertanggung jawab atas Rp2, 2 miliar dan Diyan Ariyani Rp219 juta. Namun anehnya, tidak ada uraian tentang keterlibatan Ketua KONI Kwin Atmoko Yuwono, padahal ia juga didakwa dan merupakan penanggung jawab utama organisasi.
4.Jumlah kerugian negara yang disebut ditimbulkan oleh Arif Wibowo sebesar Rp2, 2 miliar tidak dijelaskan perhitungan atau asal muasalnya dalam dakwaan.
5.Dakwaan tidak menyebut secara rinci kapan tindak pidana itu terjadi, membuat posisi hukum terdakwa dan pembela menjadi tidak kuat.
6.Dakwaan hanya mengandalkan laporan audit BPKP Jawa Timur tanpa bukti pendukung lainnya. Tidak ada rincian bukti dalam surat dakwaan yang menunjukkan keterlibatan Arif Wibowo dalam kerugian negara.
7.Dalam kronologi dakwaan, disebutkan bahwa seluruh dokumen keuangan ditandatangani oleh Ketua dan Bendahara KONI secara sadar dan aktif. Namun justru pertanggungjawaban penuh diarahkan kepada Arif Wibowo yang hanya sebagai pelaksana teknis atas perintah.
“Pak Arif Wibowo ini bukan pengambil keputusan. Ia hanya melaksanakan perintah dari atasannya, yakni Ketua dan Bendahara KONI. Namun justru beliau yang harus menanggung beban pertanggungjawaban paling besar, ” tegas Eko Budiono SH, MH, salah satu kuasa hukum. Kamis (10/7/2025).
Tuntutan Pengacara :
Berdasarkan uraian di atas, tim penasihat hukum yang terdiri dari Eko Budiono SH, MH., Zakiyah Rahmah SH., dan Diah Putri Agustina SH., secara resmi memohon kepada Majelis Hakim:
1.Mengabulkan eksepsi terdakwa Arif Wibowo untuk seluruhnya.
2.Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum.
3.Membebankan biaya perkara kepada negara.
Sidang selanjutnya akan digelar untuk mendengarkan tanggapan dari JPU atas eksepsi tersebut.