Wacana Penambahan Usia Pensiun ASN, Anugrah Fajar Fahrurazie: Antara Peluang Produktif dan Tantangan Regenerasi

3 hours ago 4

Mataram NTB - Wacana penambahan usia pensiun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi bahan diskusi publik, baik di ruang kebijakan pemerintahan maupun di media sosial yang ramai dengan ragam opini. Pemerintah disebut tengah mengkaji ulang kebijakan usia pensiun ASN, dengan kemungkinan perpanjangan hingga 60 bahkan 65 tahun untuk posisi tertentu. Hal ini memicu perdebatan yang tidak hanya bersifat teknokratis, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan keadilan antargenerasi.

Menanggapi Isu tersebut, Anugrah Fajar Fahrurazie, Seorang ASN yang saat ini menjabat Kabag TU RS. Mandalika NTB mencoba memberikan pendapatnya kepada wartawan media ini terkait batas usia pensiun, Minggu (25/05/2025). 

Menurutnya peningkatan usia pensiun dapat memberikan ruang untuk optimalisasi pengalaman kerja ASN senior yang telah mengabdi puluhan tahun. Mereka yang masih sehat dan produktif memiliki pengetahuan institusional yang kaya, jejaring kerja yang luas, dan mampu menjadi mentor bagi ASN muda. Dalam banyak kasus, mereka memegang jabatan strategis yang menuntut kesinambungan, dan pergantian terlalu dini bisa berisiko terhadap stabilitas program jangka panjang.

Dari sisi fiskal, pemerintah juga dapat menunda kebutuhan rekrutmen massal baru, sehingga memberikan efisiensi anggaran pelatihan dan onboarding ASN pemula. Selain itu, peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia yang kini menyentuh angka 71–73 tahun menjadi dasar rasional bahwa masa pensiun ideal memang patut dikaji ulang.

Namun demikian, setiap peluang selalu datang dengan tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah terhambatnya regenerasi birokrasi. ASN muda yang telah memenuhi kualifikasi dan berprestasi bisa kesulitan naik jabatan karena struktur organisasi tetap didominasi ASN senior yang tidak segera pensiun. Hal ini bisa menciptakan demoralisasi, stagnasi karier, bahkan brain drain ke sektor non-pemerintah.

Di sisi lain, ASN senior cenderung memiliki beban gaji dan tunjangan lebih tinggi. Bila tidak diimbangi dengan rasionalisasi dan efisiensi SDM, perpanjangan masa dinas justru berisiko menekan postur anggaran kepegawaian negara.

Di berbagai platform digital, isu ini mendapat respons luas. Tagar seperti #ASNRegenerasi dan #PensiunTepatWaktu mencerminkan keresahan generasi muda birokrasi yang menginginkan penyegaran dalam tubuh pemerintah. Mereka menyoroti pentingnya pola karier yang progresif dan terbuka. Sebaliknya, kelompok ASN senior mendorong kampanye seperti #OptimalisasiPengalaman, yang menekankan nilai keberlanjutan dan profesionalisme berbasis pengalaman panjang.

Wacana ini tidak boleh hanya berhenti pada dimensi politik anggaran semata, melainkan harus ditempatkan dalam konteks pembangunan SDM nasional secara menyeluruh.

Alih-alih menerapkan kebijakan seragam, pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan berbasis kebutuhan jabatan dan evaluasi kinerja periodik. Jabatan teknis tertentu yang membutuhkan kekuatan fisik dan respons cepat mungkin tetap pada batas usia 58–60 tahun. Namun, jabatan strategis dan berbasis manajerial bisa diberikan kelonggaran berdasarkan produktivitas dan penilaian objektif.

Transisi ini juga harus disertai dengan reformasi sistem manajemen talenta ASN dan perluasan ruang pembelajaran antar-generasi. Regenerasi bukan hanya soal usia muda, tetapi kemampuan untuk tumbuh dalam sistem yang memberi ruang inovasi dan kemajuan.

Penambahan usia pensiun ASN bukan sekadar isu administratif, tapi bagian dari strategi besar membentuk birokrasi yang profesional, adaptif, dan berkelanjutan. 

Menurutnya, Diperlukan dialog terbuka yang melibatkan semua pemangku kepentingan – dari ASN senior hingga generasi baru birokrasi – agar kebijakan ini benar-benar menjadi jalan tengah yang adil, produktif, dan mendukung pelayanan publik yang berkualitas. (Adb) 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |