INTAN JAYA - Tragedi kemanusiaan kembali terjadi di Papua, kali ini menimpa seorang anak perempuan berusia 12 tahun, Antonia Hilaria Wandagau. Ia harus merelakan kepergian sang ibu, Hetina Mirip, yang tewas dalam serangan brutal kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kampung Ku Jindapa, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya. Minggu (25/05/2025).
Pada insiden memilukan tersebut, OPM menyerang permukiman warga sipil dengan senjata api, membakar rumah-rumah, dan tanpa ampun membunuh beberapa orang, termasuk ibu Antonia. Menurut kesaksian warga setempat, Hetina tertembak sebelum rumahnya dibakar, sementara Antonia yang beruntung berada di rumah tetangga selamat, meskipun harus menyaksikan duka yang tak terlukiskan.
Kini, Antonia tinggal bersama kerabat jauh di rumah pengungsian sementara, namun psikisnya sangat terguncang. "Ia masih sering menangis saat malam tiba, selalu memeluk pakaian terakhir ibunya, " ungkap Maria Telenggen, seorang relawan kemanusiaan yang mendampingi Antonia.
Tokoh masyarakat Papua, Yulianus Murib, mengecam keras aksi keji yang dilakukan oleh OPM tersebut. “Perjuangan apa yang tega merenggut nyawa seorang ibu di depan anaknya? Ini bukan lagi soal ideologi, ini adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, ” tegasnya, menyoroti semakin maraknya aksi kekerasan terhadap warga sipil yang tidak terlibat dalam konflik.
Pentingnya perlindungan terhadap anak-anak korban konflik, seperti Antonia, mendapat sorotan luas. Pendeta Benyamin Mote dari Lanny Jaya mengingatkan bahwa negara harus hadir dengan nyata dalam pemulihan trauma dan pemenuhan hak anak-anak di Papua.
Antonia sendiri berharap agar OPM berhenti menyakiti masyarakat Papua yang tidak terlibat dalam kekerasan. “Jangan menyakiti kami jika kelompok OPM tidak mampu memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kami, ” ujarnya, dengan penuh harapan agar dirinya dan keluarganya bisa terhindar dari ancaman lebih lanjut.
“Antonia harus tumbuh dalam kasih sayang, pendidikan, dan keamanan, agar kelak menjadi generasi yang mencintai perdamaian, ” ujar Yulianus Murib, berharap agar anak-anak Papua tidak tumbuh dengan kebencian di hati mereka.
Tragedi yang menimpa Antonia Hilaria Wandagau ini menjadi pengingat nyata bahwa konflik bersenjata di Papua terus meninggalkan luka mendalam, terutama bagi anak-anak yang kehilangan orang tua. Negara dan seluruh elemen masyarakat dituntut untuk lebih sigap dan humanis dalam menangani dampak konflik ini, sehingga anak-anak seperti Antonia bisa tumbuh dalam perdamaian dan bukan dalam kesedihan yang berkepanjangan.
(***/Red)