PAPUA - Di tengah ancaman dan provokasi yang kembali dilontarkan oleh kelompok separatis bersenjata TPNPB-OPM, kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Papua justru menjadi simbol perlindungan negara terhadap seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat asli Papua. Upaya pembangunan pos militer TNI di wilayah-wilayah strategis seperti Puncak Jaya adalah langkah konstitusional dan sah menurut hukum, bukan bentuk penindasan seperti yang didengungkan oleh kelompok separatis. Minggu 25 Mei 2025.
Dalam beberapa hari terakhir, TPNPB-OPM secara terbuka menolak pembangunan pos militer di sembilan wilayah Papua yang mereka klaim sebagai “zona perang.” Bahkan lebih ekstrem, mereka mengancam akan menyerang aparat TNI-Polri serta meminta masyarakat non-Papua untuk meninggalkan daerah tersebut. Tindakan ini jelas bertentangan dengan hukum nasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Kehadiran TNI: Amanah Konstitusi, Bukan Agenda Represif
Penempatan pos TNI di wilayah rawan bukan keputusan sepihak, melainkan bagian dari kewajiban negara yang dijalankan oleh TNI berdasarkan:
1. UUD 1945 Pasal 30, yang menetapkan TNI sebagai alat negara dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah.
2. UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang memberi mandat untuk mengamankan wilayah perbatasan dan mengatasi gerakan separatis bersenjata.
3. Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat peran Kogabwilhan dalam menghadapi ancaman strategis di wilayah konflik.
Dengan dasar hukum yang kuat tersebut, pembangunan pos militer justru bertujuan untuk:
* Menjaga keselamatan warga sipil,
* Melindungi proses pembangunan nasional, dan
* Mencegah penyebaran teror dan kekerasan oleh kelompok bersenjata.
TNI di Papua: Strategi Humanis, Bukan Pendekatan Militeristik
Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Papua, TNI hadir tidak hanya sebagai kekuatan bersenjata, tetapi juga sebagai bagian dari solusi pembangunan. Pendekatan TNI di Papua mengedepankan:
* Pengamanan wilayah dengan mengedepankan kemanusiaan,
* Dukungan layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan,
* Pembangunan komunikasi sosial yang menghargai kearifan lokal.
Dalam menjalankan operasi, TNI tetap berpegang teguh pada Hukum Humaniter Internasional dan prinsip HAM, memastikan bahwa tindakan yang dilakukan bersifat proporsional, terukur, dan tidak menyasar warga sipil.
Ancaman TPNPB-OPM adalah Terorisme, Bukan Perjuangan
Pernyataan dan tindakan TPNPB-OPM yang menyerang guru, tenaga medis, pekerja jalan, dan warga sipil tak bersenjata telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2018. Selain itu, serangan acak mereka melanggar prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional, seperti:
* Distinction: Tidak membedakan kombatan dan sipil,
* Proportionality: Menimbulkan kerugian besar bagi warga sipil,
* Precaution: Serangan sembrono tanpa perencanaan yang matang.
TNI Adalah Representasi Negara, Bukan Kekuasaan Semena-Mena
Kehadiran TNI di Papua adalah cermin kehadiran negara dalam melindungi seluruh rakyatnya tanpa diskriminasi. Ini adalah bentuk tanggung jawab terhadap rakyat, bukan agenda politik atau militeristik sepihak. TNI menjalankan tugasnya dengan prinsip:
* Legalitas: Sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan,
* Akuntabilitas: Tunduk pada pengawasan internal dan eksternal,
* Profesionalitas: Dilatih untuk bertindak dengan disiplin dan menghormati hak asasi.
Penutup: Papua Adalah Indonesia, dan TNI Hadir untuk Semua
Segala bentuk propaganda kekerasan dan ancaman separatisme harus dilawan dengan ketegasan hukum dan kepedulian kemanusiaan. Negara tidak akan mundur dalam melindungi warganya. TNI hadir di Papua bukan untuk menciptakan ketakutan, tetapi untuk membawa rasa aman dan harapan bahwa setiap jengkal Tanah Papua adalah bagian sah dari Indonesia, dan setiap warganya berhak merasakan kehadiran negara yang adil, peduli, dan melindungi.
Authentication:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Priharton