Kali ini aku menyerah,
Bukan karena aku tak mencintaimu lagi,
Tapi karena mencintaimu terasa seperti
Mengeja rindu pada langit yang tak pernah menjawab.
Aku sudah berusaha,
Mengumpulkan keberanian dari malam-malam sunyi,
Menganyam harapan dari doa yang berulang kali,
Namun kau,
Selalu berjalan seperti aku tak pernah ada di sisi.
Aku mencoba mendekat,
Mengetuk pelan pintu hatimu yang sunyi,
Menanti celah untuk bisa masuk,
Tapi kau hanya menoleh sebentar
Lalu kembali ke dunia yang tak butuh aku.
Aku memejamkan cinta,
Menyimpannya dalam detak yang tak pernah kau dengar,
Mengusap galeri kenangan yang penuh fotomu,
Senyummu, matamu, bahkan bayanganmu
Yang tiba-tiba muncul di beranda hidupku.
Setiap hari jantungku berdetak menyebut namamu,
Seperti doa yang tak pernah dikabulkan langit,
Seperti pesan yang tak pernah kau baca.
Namun aku sadar,
Tidak semua bintang bisa kugapai,
Tidak semua cerita berakhir bersama,
Dan tidak semua cinta bisa dibalas dengan cinta.
Tahukah kamu,
Mencintaimu seperti buih di lautan,
Indah, namun hancur sebelum sempat disimpan,
Hadir, namun lenyap dalam gelombang kenyataan.
Aku menyerah,
Tapi bukan berarti aku melupakan,
Cintaku tetap tinggal di sudut paling sunyi hatiku,
Seperti puisi yang tak pernah selesai ditulis.
Jika suatu hari kau menoleh ke belakang,
Dan menyadari bahwa ada yang pernah menunggumu dalam diam,
Ingatlah,
Itu aku, yang mencintaimu dalam sunyi paling dalam.
Dan jika kau bertanya,
Mengapa aku tak lagi hadir?
Maka dengarlah bisik angin malam,
Karena aku telah menyerah…
Bukan pada cinta,
Tapi pada harapan yang kau biarkan mati pelan-pelan.
Akhir Juli 2025, Lindafang