Profil - Di balik senyuman seorang ayah yang menjadi cahaya bagi keluarganya, dan di balik keikhlasan seorang ibu yang menelan lelah tanpa suara, tersembunyi kisah yang tak banyak diketahui dunia. Ini adalah kisah seorang anak yatim piatu—kisah pilu yang dulu ingin ia sembunyikan rapat-rapat. Tapi kini, dunia perlu tahu.
"Aku ini siapa?"
Bukan sekadar pertanyaan, melainkan jeritan dari jiwa yang tumbuh dalam gelap, berlumur luka dan kehilangan. Ia adalah seorang anak yang pernah terjebak dalam sunyi masa lalu, namun dibesarkan oleh dua manusia hebat yang menanamkan nilai tak ternilai—cinta, keberanian, dan pengorbanan.
Sang ayah, lelaki sederhana namun luar biasa, hadir sebagai simbol keteladanan. Ia mengorbankan waktu, hak, bahkan hidupnya demi membantu sesama. Kepala keluarga yang tak hanya membesarkan anak-anaknya, tapi juga membela orang-orang kecil yang nyaris dilupakan.
"Ayah… aku rindu, " tulis sang anak dalam selembar catatan haru. "Kaulah yang mengajariku bagaimana memiliki hati yang sabar, ikhlas, dan berani berdiri untuk yang lemah."
Sementara sang ibu—perempuan kuat yang menyimpan tangis di balik senyum—berjuang seorang diri setelah kepergian sang suami. Ia menjadi pelindung dan pencari nafkah sekaligus, membesarkan anak-anaknya dalam pelukan kasih yang tak pernah habis. Namun, takdir kembali merenggut: ibu pun pergi, menyusul ayah menghadap Ilahi.
Anak itu kini telah dewasa. Ia berdiri sebagai tulang punggung keluarga, menjadi ayah dan ibu bagi saudara-saudaranya, meneruskan semangat dua sosok yang telah membentuk jiwanya.
"Aku tak ingin dunia tahu siapa aku, " bisiknya, "tapi dunia harus tahu—aku hidup karena cinta dan pengorbanan mereka."
Dalam doa-doanya, ia panjatkan harap: agar kedua orang tuanya ditempatkan di surga tertinggi, dan agar anak-anaknya tumbuh dalam keberkahan, kekuatan, dan kasih yang tak putus.
Ini bukan sekadar kisah. Ini adalah cermin kehidupan—bahwa kehilangan tidak selalu berarti hancur. Justru dari kehilanganlah kita belajar berdiri, belajar mencinta tanpa syarat, dan memegang erat warisan luhur yang ditinggalkan mereka yang kita cintai.
Mesuji, 14 Juli 2025
Komarudin [Cheudin Betay]
Jurnalis Nasional Indonesia