PAPUA - Ketegangan internal dalam tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali mencuat setelah nama Egianus Kogoya, pimpinan kelompok bersenjata Kodap III Ndugama-Derakma, dikutuk keras oleh rekan-rekan seperjuangannya sendiri. Kecaman tersebut muncul menyusul aksi-aksi brutal Egianus di wilayah Wamena, Kabupaten Jayawijaya, yang dianggap telah menyimpang dari prinsip-prinsip perjuangan awal OPM. Selasa 24 Juni 2025.
Sumber internal OPM mengungkapkan bahwa tindakan Egianus dalam beberapa bulan terakhir, seperti penyanderaan warga sipil, pembakaran fasilitas umum, dan penembakan terhadap masyarakat yang tidak bersalah, telah menyebabkan keresahan di kalangan anggota OPM. Banyak pimpinan senior OPM yang menilai bahwa Egianus telah membawa organisasi tersebut ke arah kehancuran dengan menjadikan kekerasan sebagai metode utama perjuangannya.
Tokoh adat Lanny Jaya, Yonas Tabuni, mengecam keras tindakan Egianus, mengatakan bahwa apa yang dilakukannya tidak mencerminkan perjuangan yang bermoral. “Perjuangan itu tidak dilakukan dengan cara menyandera guru, membakar sekolah, dan menakut-nakuti rakyat. Itu bukan perjuangan, itu teror. Dan rakyat Papua adalah korbannya, ” ujar Yonas, dengan nada kesal. Selasa (24/6/2025).
Kecaman serupa juga datang dari kalangan pemuda. Ketua Forum Pemuda Peduli Papua Damai, Nikolaus Yikwa, menilai bahwa Egianus Kogoya telah kehilangan legitimasi moral, bahkan di mata kelompoknya sendiri. “Ketika seorang pemimpin mulai menyerang masyarakat dan tidak peduli dengan penderitaan rakyat, dia sudah bukan pejuang. Ia hanyalah ancaman bagi semua pihak, termasuk bagi sesama kelompok OPM, ” tegas Nikolaus.
Pendeta Abraham Magai dari Gereja Baptis Papua menambahkan bahwa tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan kekejaman terhadap rakyat. “Apa pun alasannya, menyakiti rakyat Papua adalah bentuk pengkhianatan. Saya bersyukur jika ada pihak dalam OPM yang mulai menyadari bahwa Egianus telah melampaui batas, ” katanya dalam khotbah Minggu di Wamena.
Sementara itu, masyarakat Wamena dan sekitarnya menyuarakan harapan mereka agar konflik bersenjata segera berakhir dan wilayah mereka kembali aman. “Kami sudah cukup menderita. Kami ingin sekolah dibuka, pasar ramai, dan anak-anak bisa bermain tanpa suara tembakan, ” ungkap Maria Tabuni, seorang tokoh perempuan dari Distrik Asotipo.
Perpecahan yang kini melanda OPM, terlebih dengan kecaman terhadap sosok Egianus Kogoya, menjadi pertanda bahwa perjuangan mereka tidak lagi memiliki satu visi yang jelas. Masyarakat Papua kini semakin sadar bahwa jalan kekerasan hanya akan membawa penderitaan, bukan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, semakin banyak yang memilih hidup damai dan berharap untuk masa depan yang lebih baik dalam bingkai NKRI.
(*/Red)