Kehadiran TNI di Papua: Penjaga Kedaulatan, Bukan Penindas

7 hours ago 4

PAPUA - Di tengah upaya pemerintah memperkuat keamanan nasional dan mendorong pembangunan berkeadilan di wilayah timur Indonesia, kelompok separatis bersenjata TPNPB-OPM kembali mengeluarkan pernyataan provokatif. Mereka menolak kehadiran pos militer TNI di sejumlah wilayah Papua, termasuk Puncak Jaya, dan mengancam akan menyerang aparat serta mengusir masyarakat non-Papua dari wilayah tersebut. Kamis 3 Juli 2025.

Ancaman tersebut jelas tidak berdasar dan bertentangan dengan hukum nasional dan internasional. Pembangunan pos militer di wilayah rawan seperti Papua merupakan langkah legal dan konstitusional dalam kerangka menjaga kedaulatan negara dan melindungi warga sipil dari gangguan kelompok separatis.

Landasan Hukum Kehadiran TNI di Papua

Kehadiran TNI di Papua memiliki legitimasi yang kuat, didasarkan pada:

1. Pasal 30 UUD 1945, yang menyatakan bahwa TNI adalah alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan NKRI.

2. UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya:

   * Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 3 dan 4, yang memberi mandat kepada TNI untuk mengatasi gerakan separatis dan menjaga wilayah perbatasan.

   * Pasal 9, yang memberi kewenangan membangun sarana-prasarana pendukung tugas pokok TNI.

3. Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menghadapi konflik strategis.

Kehadiran pos militer di wilayah seperti Puncak Jaya bukan tindakan provokatif, melainkan bagian dari upaya negara menjamin stabilitas, keselamatan masyarakat sipil, dan keberlangsungan pembangunan.

Bersandar pada Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua, TNI tidak hanya menjalankan peran militer, tetapi juga:

* Memberikan pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan;

* Membantu percepatan pembangunan daerah;

* Menjalin komunikasi sosial dan membangun kepercayaan publik.

Komitmen ini dijalankan melalui pendekatan teritorial yang humanis, mengedepankan dialog, edukasi, dan perlindungan terhadap hak-hak dasar warga sipil.

Ancaman TPNPB-OPM terhadap warga non-Papua dan serangan terhadap guru, tenaga medis, dan fasilitas umum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme berdasarkan:

* UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pasal 6 dan 9);

Prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, termasuk prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution, yang secara terang dilanggar melalui tindakan brutal mereka terhadap warga sipil tak bersenjata.

TNI di Papua: Wujud Kehadiran Negara, Bukan Alat Represi

TNI hadir bukan untuk menciptakan ketakutan, tetapi untuk:

* Menjamin keamanan seluruh warga negara tanpa diskriminasi;

* Menjaga keutuhan wilayah NKRI;

* Melindungi hak-hak sipil masyarakat Papua dari kekerasan separatis.

Tugas TNI dijalankan dengan prinsip legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas, serta selalu berada di bawah kontrol hukum nasional dan pemantauan publik, termasuk dalam pelaksanaan prinsip-prinsip HAM.

Upaya OPM-TPNPB menyebarkan ketakutan melalui propaganda dan teror bersenjata harus ditolak tegas oleh seluruh elemen bangsa. Negara, melalui TNI, akan terus hadir secara profesional dan penuh komitmen untuk melindungi setiap jengkal tanah air dan setiap anak bangsa, termasuk mereka yang tinggal di pelosok-pelosok Papua.

Kehadiran TNI adalah cermin nyata kehadiran negara. Bukan penindas, tapi pelindung, ” demikian garis tegas dari Komando Operasi TNI di Papua.

Authentication:

Dansatgas Media Koops Habema, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |