Difitnah di Medsos, Pasutri Bali Tempuh Jalur Hukum

1 day ago 7

DENPASAR – Bertempat di kantor hukum Gunkiss & Partner's, Jalan Kusuma Bangsa VII No. 71, Denpasar Utara, Bali, Selasa (03/06/2025), Ni Kadek Yulia Meidiayanti (Yulia), perempuan asal Bali, mengungkap permasalahan hukum yang tengah dihadapinya bersama sang suami, Husni Chandra.

Keduanya mengaku menjadi korban pencemaran nama baik setelah akun Instagram bernama Aannysa (Anisa) mengunggah konten berisi fitnah disertai foto mereka. Dalam unggahan tersebut, Anisa menuliskan narasi bernada sindiran:

“Kalau mau kaya dan banyak gaya. Kerja cantik, enggak nipu sana-sini. Bilangnya mau balikin, tapi keburu diviralin. Nggak jadi balikin.”

Yulia menegaskan bahwa ia tidak mengenal Anisa. Ia menduga, peristiwa ini berkaitan dengan upayanya membantu seorang teman bernama Latifa pada tahun 2019 lalu. Saat itu, Yulia membantu Latifa melamar pekerjaan di sebuah perusahaan penerbangan di Jakarta. Proses rekrutmen berjalan hingga tahap akhir, namun batal karena pandemi COVID-19.

“Perusahaannya tutup. Latifa sudah diterima, tapi tidak bisa bekerja karena lockdown, ” ujar Yulia.

Masalah tak berhenti di situ. Dua oknum aparat dari institusi TNI dan Polri, yang disebut sebagai tetangga lama keluarga besar suami Yulia di Medan, ikut menyebarkan ulang unggahan Anisa ke grup komunitas kampung. Fitnah pun menyebar dengan cepat.

“Keluarga kami dicap penipu. Kami diejek, usaha terganggu. Padahal ini masalah lama yang sudah selesai dan jelas duduk perkaranya, ” ujar Husni dengan nada emosional.

Kuasa hukum Yulia, Ir. A.A. Ngurah Sutrisnawan, S.H., yang akrab disapa Gung Kis dari Gunkiss & Partner’s, menyebut kasus ini sebagai contoh nyata dari butterfly effect dalam dunia digital.

 “Seperti kepakan sayap kupu-kupu di Kutub Utara yang bisa memicu badai di Kutub Selatan. Satu unggahan bisa menghancurkan hidup seseorang sampai ke anak cucunya, ” tegas Gung Kis.

Dari sisi hukum, Anisa dan dua oknum aparat tersebut terancam sanksi serius:

Pasal 27 UU ITE: Pencemaran nama baik, dengan ancaman pidana hingga 2 tahun.

Pasal 28 UU ITE: Penyebaran kebencian, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun.

Sanksi disiplin internal: Bagi aparat TNI/Polri yang melanggar kode etik institusi.

“Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Korban bisa menderita seumur hidup, ” tambah Gung Kis, mengutip pepatah hukum.

Tim hukum telah menyiapkan dua skenario penyelesaian:

1. Damai: Anisa wajib menghapus unggahan dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.

2. Pidana: Jika tidak ada itikad baik, laporan resmi akan diajukan ke kepolisian.

“Biasanya, sebelum dilaporkan pelaku seperti macan. Tapi begitu berurusan dengan hukum, langsung jadi kucing, ” sindir Gung Kis, menegaskan kesiapan pihaknya membawa perkara ini ke ranah hukum.

Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat luas:

Selalu verifikasi informasi sebelum membagikan ulang konten di media sosial. Jangan gunakan media sosial sebagai alat balas dendam atau pelampiasan emosi.

Aparat negara harus menjadi contoh, bukan turut menyebar hoaks.

Hingga berita ini diturunkan, unggahan Anisa masih belum dihapus. Sementara itu, tim hukum terus mengumpulkan bukti untuk melanjutkan proses hukum secara resmi.

Kasus ini menyoroti bahaya penyebaran informasi yang tidak diverifikasi di media sosial, dan bagaimana pencemaran nama baik dapat berujung pada konsekuensi hukum yang berat.(Tim)

Read Entire Article
Karya | Politics | | |