Wartawan Dilarang Masuk ke Forum Anti-Judi Online di Semarang: Ada Apa dengan Transparansi Acara Publik?

8 hours ago 4

SEMARANG - Forum Diskusi Publik (FDP) bertema “Stop Judi Online” yang digelar di Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP), Jalan Kyai Mojo, Srondol Kulon, Banyumanik, Kota Semarang, Kamis (15/5/2025), justru memicu kontroversi. Sejumlah wartawan dari berbagai media lokal dan nasional dilarang masuk oleh panitia, meskipun sudah mendaftar resmi melalui jalur online.

Insiden ini terjadi saat para jurnalis hendak meliput acara yang seharusnya terbuka untuk publik dan media. Beberapa di antara mereka menunjukkan bukti pendaftaran yang telah dilakukan sejak Selasa (13/5/2025) melalui tautan resmi panitia di [https://bit.ly/FDPberantasjudol](https://bit.ly/FDPberantasjudol).

“Saya sudah daftar lo mbak hari Selasa. Ini nama saya juga ada di daftar peserta panitia, ” ucap salah satu wartawan dari media online, sembari menunjuk namanya di daftar peserta yang dibawa panitia perempuan berkacamata.

Namun, panitia tetap bersikeras tidak mengizinkan mereka masuk dengan alasan “kuota kursi sudah penuh.” Meskipun nama para wartawan tercatat dalam daftar hadir, tidak ada penjelasan detail terkait sistem verifikasi atau transparansi penentuan kuota.

“Mohon maaf, kuotanya sudah penuh, jadi tidak bisa masuk, ” jawab panitia perempuan itu, tanpa menjelaskan lebih lanjut atau menyebut identitasnya.

Padahal, dalam konteks hukum, tidak ada aturan yang melarang wartawan menghadiri diskusi publik, terlebih yang menyangkut isu nasional seperti pemberantasan judi online.

Penolakan terhadap wartawan ini memunculkan kekhawatiran atas transparansi dan akses informasi publik, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan dan kampanye sosial. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Pasal 4 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa “Pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Bahkan, Pasal 18 ayat (1) menetapkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghambat kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.

Kejadian ini menjadi sorotan karena justru terjadi dalam forum yang membahas upaya pemberantasan praktik ilegal dan mendorong keterlibatan publik. Alih-alih membuka ruang dialog, panitia FDP justru dinilai menghambat akses media, yang memiliki peran strategis dalam mengedukasi masyarakat dan mengawal isu-isu penting seperti pemberantasan judi online.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari panitia terkait alasan penolakan tersebut dan bagaimana kebijakan kuota diberlakukan bagi peserta yang sudah mendaftar secara sah.

Read Entire Article
Karya | Politics | | |