PANGKEP SULSEL– Upaya mewujudkan pembangunan yang tepat sasaran dan berkelanjutan di tingkat desa dan kelurahan kini membutuhkan langkah nyata berupa pengumpulan dan pemetaan data yang akurat dan menyeluruh. Pemerintah daerah diminta untuk menjadikan hal ini sebagai prioritas utama dalam menyusun kebijakan pembangunan.
Selama ini, pembangunan kerap tidak optimal karena kurangnya data rinci mengenai kondisi riil di masyarakat. Mulai dari jumlah usaha kecil, lahan tidur, hingga potensi pekarangan rumah yang belum dimanfaatkan, semua informasi ini sangat penting untuk menciptakan strategi pembangunan yang konkret dan efisien.
Pendataan tidak hanya menyangkut jumlah penduduk, tetapi juga mencakup luas lahan pertanian, perkebunan, hingga unit usaha masyarakat seperti bengkel, warung, dan UMKM lainnya. Informasi ini jika dipetakan secara digital dan real-time, dapat memberikan gambaran menyeluruh potensi dan tantangan di tiap wilayah.
Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah melibatkan perangkat desa, RT/RW, dan kader pembangunan desa untuk mendata langsung kondisi lapangan. Pendekatan partisipatif ini akan membuat data yang dihimpun lebih akurat karena didasarkan pada fakta lapangan, bukan asumsi.
Kepala Kelurahan Bonto Langkasa, Agustini, SE, dalam diskusi rencana pembangunan partisipatif menyebut bahwa pihaknya siap mendorong pemetaan potensi pekarangan rumah yang selama ini terbengkalai. “Setiap rumah pasti punya lahan kecil di samping atau belakang, dan ini bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan atau toga jika dikelola dengan baik, ” ungkapnya.
Selain itu, data mengenai UMKM juga sangat vital. Banyak warga yang menjalankan usaha rumahan namun belum tercatat secara administratif. Dengan adanya pendataan menyeluruh, program bantuan dan pelatihan usaha dapat lebih terarah dan menyasar kelompok yang benar-benar membutuhkan.
Sektor pertanian dan perkebunan juga tak luput dari perhatian. Lahan tidur yang tidak produktif harus diidentifikasi, dikaji, dan diupayakan pemanfaatannya dengan melibatkan kelompok tani atau mitra pembangunan. Jika tidak dimanfaatkan, lahan tersebut akan terus menjadi beban potensi ekonomi yang hilang.
Bahkan usaha-usaha informal seperti bengkel rumahan atau penjahit perlu masuk dalam daftar pendataan. Usaha kecil ini sering luput dari perhatian program pemerintah padahal memiliki daya dukung ekonomi keluarga yang cukup besar.
Pemerintah desa dan kelurahan diharapkan menjalin kerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), dinas terkait, serta pihak kampus atau akademisi untuk membantu penyusunan peta data potensi lokal secara digital, sistematis, dan dapat diperbarui secara berkala.
Langkah ini juga membuka peluang untuk membuat dashboard informasi desa dan kelurahan berbasis teknologi digital. Dengan begitu, pengambilan keputusan pembangunan, alokasi dana desa, dan pemantauan hasil pembangunan akan lebih terukur dan transparan.
Menurut pengamat pembangunan lokal, Ir Ali Fikri MM, data yang akurat ibarat peta jalan bagi pembangunan. Tanpa data, kebijakan hanya berdasar dugaan yang rawan salah sasaran. “Kita tidak bisa membangun sesuatu yang kita tidak tahu bentuk dan skalanya. Maka pemetaan ini adalah langkah awal paling penting, ” tegasnya.
Kini saatnya semua pihak serius menaruh perhatian pada pentingnya data sebagai pondasi pembangunan. Kesungguhan dalam mendata berarti komitmen dalam membangun, karena pembangunan tanpa data sama saja menembak sasaran dalam gelap.
Dengan semangat gotong royong, kolaborasi, dan pemanfaatan teknologi, desa dan kelurahan dapat menjadi lokomotif pembangunan berbasis potensi nyata yang selama ini tersembunyi karena belum terdata dengan baik. ( Herman Djide)