PAPUA - Gelombang keprihatinan masyarakat Papua terus menguat menyikapi eskalasi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Ironisnya, dalam narasi perjuangan yang mereka gaungkan, justru rakyat Papua sendiri yang menjadi korban. Sesama anak bangsa kini dipaksa berhadap-hadapan dalam konflik yang dipicu oleh ambisi politik kelompok bersenjata.
Tokoh adat Kabupaten Puncak, Yonas Uamang, dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dilakukan OPM bukan lagi bentuk perjuangan, melainkan kejahatan terhadap rakyat sendiri.
“Perjuangan yang menimbulkan kematian masyarakat sendiri bukanlah perjuangan itu kejahatan. OPM memperalat masyarakat, lalu membunuh mereka demi kepentingan politik, ” ujarnya pada Jumat (18 Juli 2025).
Jalan Kekerasan Bukan Solusi, Tapi Kehancuran
Kecaman serupa datang dari Pendeta Herman Mabel, tokoh gereja dari wilayah Pegunungan Tengah Papua. Ia menilai bahwa tindakan OPM yang menebar ketakutan, menyusupkan kebencian, bahkan mendorong sesama masyarakat Papua untuk saling menyerang, telah membawa kerusakan sosial yang dalam.
“Kami pelayan Tuhan sangat prihatin melihat umat kami saling membunuh karena diadu domba oleh kelompok bersenjata. Ini bukan jalan damai, ini jalan kehancuran, ” tegasnya dalam sebuah khotbah.
Masyarakat Sipil Jadi Korban di Medan Konflik
Laporan dari berbagai wilayah di Papua menunjukkan bahwa OPM kerap menjadikan masyarakat sipil sebagai tameng dalam baku tembak dengan aparat keamanan. Hal ini tak hanya melanggar hukum humaniter internasional, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi warga yang tak berdosa.
“Warga terjebak dalam konflik. Rumah dibakar, sekolah ditutup, anak-anak takut ke luar rumah. Mereka dipaksa menjadi bagian dari konflik yang tak mereka mengerti, ” ujar salah satu warga Distrik Gome, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Papua Butuh Damai, Bukan Peluru
Kini, berbagai tokoh adat, agama, perempuan, dan pemuda bersatu menyerukan penolakan terhadap aksi brutal OPM. Masyarakat Papua mulai menyadari bahwa gerakan tersebut tidak lagi membawa harapan, melainkan hanya menyisakan luka dan ketakutan.
Mama Martha Matuan, tokoh perempuan dari wilayah Meepago, menyampaikan dengan getir:
“Kalau mereka berjuang untuk rakyat, kenapa justru rakyat yang jadi korban? Sudah cukup banyak air mata tumpah di tanah ini. Papua tidak butuh perang, Papua butuh damai.”
Seruan Damai Bergema di Bumi Cenderawasih
Papua adalah tanah damai yang diwariskan oleh leluhur untuk dijaga bersama. Seruan untuk menghentikan kekerasan dan provokasi kini menggema dari berbagai pelosok Tanah Papua. Masyarakat berharap pemerintah terus hadir, mendengar suara rakyat yang menolak kekerasan dan mendambakan kehidupan yang aman, sejahtera, dan bermartabat.
“Papua bukan milik kelompok bersenjata. Papua milik kita semua. Mari kita jaga bersama, dengan damai dan cinta, bukan dengan darah dan peluru, ” tutup Yonas Uamang. (Apk/Red1922)