Kehadiran TNI di Papua Adalah Amanat Konstitusi, Bukan Tindakan Represif

7 hours ago 5

JAKARTA - Di tengah upaya pemerintah mempercepat pembangunan dan menjaga stabilitas keamanan di wilayah Papua, kelompok bersenjata yang mengatasnamakan diri TPNPB-OPM kembali melontarkan narasi provokatif. Mereka menolak pembangunan pos militer di Puncak Jaya dan sembilan wilayah lain yang disebut sebagai “zona perang”, serta mengancam akan menyerang aparat dan mengusir masyarakat non-Papua dari wilayah tersebut.

Pernyataan ini bukan hanya menyesatkan, tetapi juga bertentangan dengan prinsip hukum nasional dan internasional. Kehadiran TNI di Papua merupakan bentuk pelaksanaan tugas negara yang sah dan berlandaskan konstitusi, bukan tindakan represif atau bentuk pendudukan seperti yang diklaim kelompok separatis.

Dasar Konstitusional TNI di Papua

Kehadiran dan operasi TNI di Papua sepenuhnya didasarkan pada:

  • Pasal 30 UUD 1945, yang menegaskan bahwa TNI adalah alat negara untuk mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

  • UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur tugas TNI dalam mengamankan wilayah perbatasan dan menghadapi gerakan separatis bersenjata melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

  • Perpres No. 66 Tahun 2019, yang mengatur struktur organisasi TNI termasuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) dalam menghadapi ancaman strategis di wilayah konflik.

Pembangunan pos militer bukan upaya represif, melainkan bagian dari sistem pertahanan negara untuk melindungi warga sipil, mengamankan pembangunan, dan menghadang kekerasan bersenjata oleh kelompok separatis.

Pendekatan TNI: Humanis, Teritorial, dan Berbasis Kesejahteraan

Sebagai bagian dari kebijakan negara untuk membangun Papua secara menyeluruh, TNI menjalankan peran aktif dalam pendekatan humanis dan sosial, sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2020 tentang percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua.

Pendekatan tersebut meliputi:

  • Dukungan keamanan terhadap aktivitas pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik;

  • Partisipasi dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan;

  • Pembangunan komunikasi sosial yang inklusif dan dialogis dengan seluruh elemen masyarakat.

Ancaman TPNPB Melanggar Hukum Humaniter dan Masuk Kategori Terorisme

Ancaman terhadap masyarakat sipil non-Papua, termasuk penyerangan terhadap guru, tenaga kesehatan, dan pekerja pembangunan, menunjukkan pola kekerasan bersenjata yang masuk kategori tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Secara prinsip hukum humaniter internasional, tindakan tersebut juga melanggar prinsip:

  • Distinction – membedakan kombatan dan non-kombatan;

  • Proportionality – menghindari kerugian berlebihan pada sipil;

  • Precaution – mencegah serangan membabi buta tanpa sasaran yang sah.

Papua Butuh Damai, Bukan Ancaman

TNI hadir di Papua sebagai penjaga keutuhan bangsa dan pelindung masyarakat sipil, bukan sebagai kekuatan pendudukan. Setiap langkah yang dilakukan mengacu pada prinsip:

  • Legalitas, berdasarkan hukum nasional dan internasional;

  • Akuntabilitas, melalui pengawasan internal dan lembaga negara;

  • Profesionalitas, sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kesimpulan: TNI Adalah Wajah Negara, Bukan Alat Penindasan

Upaya TPNPB-OPM menciptakan ketakutan melalui senjata dan propaganda tidak boleh dibiarkan merusak persatuan nasional. Negara tidak boleh tunduk pada kekerasan. TNI akan terus menjalankan tugasnya secara profesional dan berorientasi pada perlindungan HAM serta integritas NKRI.

Papua adalah bagian sah dari Indonesia, dan masyarakatnya berhak mendapatkan rasa aman, keadilan pembangunan, serta kedamaian yang abadi.

Media Contact:
Dansatgas Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono

Read Entire Article
Karya | Politics | | |