Inspirasi dari Jepang, Herman Djide Ajak Pemanfaatan Jerami dan Daun sebagai Pupuk Suburkan Tanah Tanpa Pupuk Kimia

4 hours ago 3

PANGKEP SULSEL - Di tengah ketergantungan yang tinggi pada pupuk kimia seperti Urea,   ZA dan pupuk lainnya yang mengandung zat kimia, kini saatnya kita kembali menoleh ke kearifan lokal yang telah lama ditinggalkan, seperti cara petani Negara Jepang di desa menyuburkan tanah dengan bahan organik yang tersedia di sekitar kita. Jerami sisa panen, daun-daun kering yang gugur di kebun dan hutan, ternyata memiliki potensi besar dalam menjaga kesuburan tanah secara alami. Alih-alih membeli pupuk sintetis yang makin mahal dan merusak tanah dalam jangka panjang, petani bisa memanfaatkan apa yang sudah disediakan alam secara gratis.

Penggunaan jerami dan daun-daunan sebagai pupuk organik bukanlah hal baru. Sejak dulu, para petani tradisional di Jepang bahkan berbagai penjuru dunia menggunakan metode ini untuk mengembalikan nutrisi ke tanah. Jerami yang dibiarkan membusuk di sawah akan memperbaiki struktur tanah, menambah bahan organik, dan menjaga kelembaban. Sementara daun-daunan dari sekitar kebun dan hutan, yang biasanya hanya dibakar atau dibiarkan menumpuk, sesungguhnya adalah sumber kompos yang sangat kaya akan unsur hara.

Dengan mengumpulkan daun-daun yang gugur di hutan dan sekitar perkebunan, lalu mengolahnya bersama jerami menjadi kompos, kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia. Kompos ini akan memperbaiki kondisi mikroorganisme dalam tanah, mengikat unsur hara secara alami, dan membantu akar tanaman menyerap nutrisi lebih optimal. Ini adalah sistem pertanian yang tidak hanya menyehatkan tanaman, tapi juga menyehatkan bumi.

Lebih jauh lagi, pemanfaatan limbah organik ini bisa menjadi kegiatan gotong royong masyarakat desa. Bayangkan jika tiap dusun punya tempat pengomposan bersama, di mana semua warga berpartisipasi mengumpulkan dan mengolah daun serta jerami menjadi kompos. Hasilnya bisa digunakan bersama atau bahkan dijual untuk menambah pendapatan. Ini bukan sekadar solusi teknis, tapi juga membangun solidaritas sosial.

Dampak positif lainnya adalah perlindungan lingkungan. Pembakaran jerami dan daun selama ini menjadi salah satu penyumbang polusi udara dan penyebab kebakaran hutan. Jika limbah organik ini diubah menjadi pupuk, maka kita bisa sekaligus mengurangi emisi karbon dan menjaga ekosistem lokal tetap lestari. Tanah yang subur secara alami juga lebih tahan terhadap erosi dan kekeringan.

Pemerintah dan lembaga pertanian sudah seharusnya mendorong gerakan ini dengan pelatihan dan dukungan alat-alat sederhana seperti pencacah kompos, lahan fermentasi, dan pelatihan mikroorganisme lokal. Petani pun perlu didampingi agar memahami bahwa proses ini memang membutuhkan waktu, namun hasilnya jauh lebih berkelanjutan. Revolusi hijau berikutnya harus dimulai dari desa, dengan keringat petani, daun dari hutan, dan jerami dari sawah.

Kini, saatnya kita percaya kembali pada kesuburan alami tanah. Urea dan ZA dan pupuk lainnya yang mengandung zat kimia hanya membuat tanah lebih keras dan kehilangan kesuburannya.

Kini Alam telah menyediakan segalanya—tinggal bagaimana kita mau bekerja sama dengannya. Mari kita mulai dari langkah kecil: kumpulkan daun-daun gugur, simpan jerami hasil panen, dan olah bersama menjadi berkah bagi sawah dan kebun kita.

Jepang dikenal sebagai negara yang sangat maju dalam pertanian organik, terutama dalam memanfaatkan gotong royong komunitas (mura no chikara) dan prinsip (junkan-gata nōgyō) atau “pertanian sirkular” yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Berikut adalah cara mudah membuat kompos dari jerami dan daun-daunan yang bisa dilakukan di rumah, kebun, atau skala desa:

Alat dan Bahan yang Dibutuhkan:

Bahan:

Jerami kering

Daun-daunan kering atau hijau (dari kebun, hutan, halaman)

Kotoran hewan (sapi, kambing, ayam) – opsional tapi sangat bagus

Air secukupnya

Tanah (untuk sumber mikroorganisme alami)

Gula merah/molases/EM4 (untuk percepat fermentasi – opsional)

Alat:

Cangkul atau garpu kompos

Wadah/tumpukan kompos (lubang di tanah, karung, atau tong)

Terpal (untuk penutup)

Langkah-langkah Pembuatan Kompos:

1. Siapkan Lokasi Kompos

Pilih tempat yang teduh dan tidak becek (misalnya di bawah pohon).

Bisa buat lubang di tanah (1x1 meter) atau pakai wadah seperti karung atau tong bekas

2. Cacah Bahan Organik

Potong kecil-kecil jerami dan daun agar cepat terurai.

Semakin kecil potongannya, semakin cepat jadi kompos.

3. Susun Lapisan Kompos

Gunakan metode lapis-lapis (layering):

Lapisan 1: Jerami kering setebal 10–15 cm

Lapisan 2: Daun-daunan kering atau hijau

Lapisan 3: Kotoran hewan (jika ada) atau tanah

Siram air secukupnya agar lembab (bukan basah kuyup)

Ulangi hingga tumpukan mencapai tinggi ±1 meter.

4. Tambahkan EM4 atau Gula Merah (Opsional)

Larutkan EM4 + air + gula merah, lalu siramkan ke tumpukan.

Ini akan mempercepat proses fermentasi dan mengurangi bau.

5. Tutup dan Diamkan

Tutup dengan terpal atau daun pisang agar suhu tetap hangat dan proses berjalan baik.

Jangan terlalu rapat, beri celah udara.

6. Aduk Secara Berkala (Setiap 1–2 Minggu)

Gunakan garpu kompos atau cangkul.

Aduk agar proses pengomposan merata dan tidak anaerob (busuk).

Pastikan kompos tetap lembab seperti spons, jika kering siram air, jika basah, beri bahan kering (jerami lagi).

 Lama Proses

Kompos jadi dalam 6–8 minggu (jika rutin diaduk dan cukup lembab).

Ciri-ciri kompos matang:

Warna cokelat tua atau hitam

Tidak berbau busuk

Tekstur remah dan tidak terlihat bentuk asli jerami/daun

 Tips Tambahan:

Hindari mencampur plastik, tulang, minyak, atau bahan beracun.

Bisa juga ditambahkan limbah dapur (nasi basi, sayur, kulit buah) sebagai tambahan nitrogen.

Kompos ini cocok untuk sawah, kebun sayur, pohon buah, dan tanaman hias.

Pangkep 8 Agustus 2025

Herman Djide 

Ketua Dewan Pimpinan Daerah ( DPD) Jurnalis Nasional Indonesia ( JNI ) Cabang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan 

Read Entire Article
Karya | Politics | | |